YANG TERTINGGAL
By Utami Masrura Rauf
Di sebuah rumah yang hanya berdinding
dan beralaskan koran, yang terletak di pinggiran rel kereta api, yang
ditinggali oleh sepasang suami isteri, Rano dan Desi yang mempunyai seorang anak
perempuan yang lumayan cantik, Sari namanya, yang sudah berusia empat tahun.
Mereka hidup bahagia walaupun dengan keadaan serba kekurangan mereka masih
dapat bertahan hidup.
Dua tahun kemudian, Desi melahirkan Sammy
anak laki-lakinya yang lumayan tampan tetapi setelah melihat perkembangannya,
anak ini agak bodoh lama kelamaan semakin nampak bahwa anak ini memang terbelakang. Karena itu Sammy memiliki
keterlambatan dalam tahap perkembangannya.
“Anak ini lebih baik kita berikan saja
kepada orang lain, pak” Tanya Desi pada suaminya
“loh, emang apa yang salah dengan Sammy,
kenapa harus di berikan kepada orang lain” jawab suaminya
“Saya tak sanggup untuk menjaga dan
merawatnya lebih baik dia di berikan kepada orang lain untuk dijadikan budak”
jawabnya mengeluh
“kenapa kamu ini? Kenapa begitu tega
dengan anak sendiri?” Rano tidak mengerti dengan jalan pikiran isterinya.
Desi hanya terdiam dan duduk disebelah
suaminya dengan muka yang tidak ceria.
“Untuk apa anak itu kita berikan
kepada orang lain? Toh, masih ada kita sebagai orang tuanya yang bisa
merawatnya?” Rano menasehati Isterinya.
“Ya terserah kamulah” sambil berdiri
dan meninggalkan tempat duduknya dengan ekspresi wajah yang kesal.
Desi selalu tidak senang dengan Sammy,
dia hanya menyayangi Sari. dia bahkan selalu memiliki niat buruk terhadap
putranya sendiri. Tetapi, niat buruknya selalu dicegah oleh suaminya, Rano.
Suatu hari mereka mengunjungi Pasar
malam yang diadakan di alun-alun kota. Mereka pergi dengan berjalan kaki.
“Bu, aku ingin beli topi yang ini!”
pinta Sari
“kamu mau yang mana? Yang ini yah?”
sambil menujuk topi yang ada di sana
“Bukan aku mau yang satunya lagi” Sari menunjuk topi yang ingin dibelinya
“Oh yang ini!”
“Bang, yang ini harganya berapa?”
Tanya Desi kepada penjual topi
“dua puluh ribu, Bu”
“gak kurang lagi nih bang? Lima ribu
aja yah?” sambil mengembalikan topinya ke tempat semula
“ya udah lima belas aj Bu” pinta
penjual Topi
“ya sudah, kalau udah gak bisa kurang”
ucap Desi pasrah.
Rano juga ingin membelikan baju untuk Sammy,
tetapi Desi melarangnya. Rano memang selalu menuruti apa yang dikatakan oleh
Isterinya. Padahal Sammy hanya memiliki pakaian-pakaian bekas yang berstel
butut. Berbeda dengan Sari yang sering dibelikan pakaian oleh Ibunya.
Ketidak adilan Ibunya dalam mendidik
anak terkadang membuat Sari egois terhadap Sammy bahkan terkadang Sari tidak
peduli terhadap Sammy.
Setelah beberapa tahun kemudian, Sari
sudah mulai bersekolah dan Sammy sudah mengalami perkembangan dalam berbicara
dan mulai bisa bersosialisasi tetapi belum begitu sempurna. Teman-teman Sari
mengetahui bahwa Sari memiliki adik yang memiliki keterbelakangan. Sehingga
membuat Sari sering di ejek oleh teman-temannya.
“Gara-gara kamu nih, aku jadi bahan
ejekan teman-teman di sekolah” bentaknya kepada adiknya.
Sammy hanya menoleh ke arah Sari tanpa
terucap satu kata pun olehnya. Karena memang Sammy belum dapat berkomunikasi
dengan baik.
“Kenapa Liatin aku mulu? Emang lucu
ap?” bentaknya lagi dengan nada yang begitu tinggi.
“Ada apa ini?” kata ayahnya yang
mendengar keributan di antara mereka sambil berjalan ke arah mereka.
“Ini yah, gara-gara dia aku jadi bahan
ejekan di sekolahan!” jawabnya manja
“Kamu itu harus belajar sabar untuk
menjalani semua, kita sebagai orang susah memang selalu dianggap remeh oleh
orang lain” ujar ayahnya menasehati.
“Aaarrrghh! Aku benci ayah” teriaknya
sambil meninggalkan Sammy dan ayahnya.
Sammy bahkan tidak mengerti apa yang
Ayah dan kakaknya katakan karena kemampuan untuk bersosialisasi dan berkomunikasinya
memang masih belum sempurna.
Setelah kejadian tersebut Rano jatuh
sakit, karena factor ekonomi sehingga Rano tidak dirawat di Rumah Sakit
melainkan hanya dirawat oleh Desi dengan cara tradisional. Melihat
perkembangannya keadaan Rano makin hari makin memburuk. Dan akhirnya Rano
meninggal dunia.
Kepergian Rano dari dunia, membuat
keadaan ekonomi mereka semakin miskin karena hutang yang kian lama kian
menumpuk. Desi merasa sangat berat untuk menghadapi kenyataan tanpa suaminya,
belum lagi ke dua orang anaknya beralih menjadi tanggung jawabnya seorang diri.
Saat Sammy tertidur lelap di dalam
rumah mereka. Desi dan Sari meninggalkan rumah, tanpa mengingat bahwa mereka
meninggalkan seorang anggota keluarganya yang sedang tertidur lelap. Desi memutuskan
untuk pergi meninggalkan kampung dan memilih bertempat tinggal di gubuk baru
setelah menjual beberapa perhiasan dan perabot rumah lamanya untuk melunasi
hutang-hutang yang membelenggu keluarganya.
2 tahun, 5 tahun, 7 tahun, 10 tahun
setelah kejadian itu, Desi telah menikah dengan seorang pria mapan bernama
Sandi. Desi sangat beruntung diperisteri oleh Sandi, mereka telah menginjak
tahun ke enam setelah pernikahan, Sandi berhasil mengubah Desi menjadi
seseorang yang lebih penyayang dan sabar dan meninggalkan sifatnya yang
pemarah, egois, dan tinggi hati. Sari sudah berumur 18 Tahun dan bersekolah di
salah suatu sekolah yang bergengsi. Tanpa ada yang mengingat dan peduli lagi
dengan Sammy.
Sampai suatu malam, Desi bermimpi
bertemu dengan seorang anak yang agak tampan dan sangat terlihat pucat. Anak
itu berjalan ke arah Desi sambil tersenyum ia berkata “Tante… tante! Kenal sama
Mama saya?? Saya lindu cekaali dengan Mama”. Setelah mengatakan itu anak itu
langsung beranjak meninggalkan Desi.
“Tunggu! Sepertinya saya mengenalmu”
kata Desi sambil menahan anak tersebut.
Anak itu pun menghentikan langkahnya
dan kembali menoleh ke Desi
“Nama kamu siapa?”
“Nama saya Ammy tante”
“Sammy? Kau benar-benar Sammy?”
Desi tersentak dan bangun dari
tidurnya. Rasa bersalah, sesal, dan berbagai macam perasaan aneh lainnya
menghantui pikiran Desi seketika. Tiba-tiba semua kejadian masa lalu ironis
yang telah dialaminya terekam kembali seperti sebuah film di dalam pikirannya.
Desi baru menyadari akan perbuatan jahatnya terhadap putranya sendiri, Desi
merasa menjadi seseorang yang begitu berdosa dan tidak pntas lagi untuk hidup di dunia ini. Desi bahkan berniat
untuk bunuh diri jarak antara pisau dengan tangannya tersisa 1 cm lagi tiba-tiba
bayangan Sammy langsung terlintas kembali di pikirannya.
“Sammy, Mama akan menjemput Sammy!”
tegasnya dengan hati yang teguh.
Sore itu, Desi memarkir mobilnya di
samping sebuah gubuk dan Sandi memandang Desi dengan heran.
“Ada apa Desi? Apa yang terjadi dengan
dirimu?” Tanya Sandi khawatir
“Sandi, aku takut setelah menceritakan
kejadian masa lalu ini kamu akan membenciku “ ucapnya takut
Desi tetap menceritakan hal tersebut
kepada Sandi dengan terisak-isak.
Ternyata Sandi memang pengertian
kepada Desi. Desi merasa begitu bersyukur kepada Tuhan atas keberuntungannya
mendapatkan seorang suami yang begitu baik kepada dirinya
Setelah tangisan reda, Desi keluar
dari mobil dan diikuti oleh Sandi dari belakang sambil menghampiri sebuah gubuk
tua, Desi memandangi gubuk tua yang berada 2 meter di depannya. Desi teringat
akan gubuk tua itu telah mereka tinggali bersama selama beberapa tahun, dan
bodohnya lagi Desi meninggalkan putranya seorang diri di dalam gubuk tua tersebut. Dengan perasaan yang
sedih dan penuh air mata mengingat kebodohannya Desi berlari menghampiri gubuk
tua dan langsung mebuka pintu gubuk yang hanya terbuat dari bambu.
Gelap, tak
seorang pun yang ada di dalam gubuk tua itu. Di dalam gubuk itu hanya terdapat
kain dan pakaian-pakaian butut yang selalu digunakan oleh Sammy. Desi terkejut,
pandangannya lurus kedepan tanpa ada kata yang terucap dari bibirnya. Dengan
berlinang air mata Desi keluar dari gubuk itu bersampur dengan rasa menyesalnya
yang begitu dalam.
Saat berjalan
menuju mobilnya. Langkahnya terhenti oleh suara seorang nenek yang menegurnya.
“hei! Siapa
kamu? Mau apa kamu ke sini?” tegur si nenek.
Desi hanya
berbalik ke arah nenek tersebut dengan wajah penuh air mata.
“jika kamu
adalah Ibu dari anak tersebut sungguh terkutuk dirimu” membentak
“di mana
Sammy? Apakah nenek melihatnya?” jawabnya mendesak
“kau sungguh
tidak punya hati, meninggalkan anakmu yang tak bersalah di dalam gubuk tua ini”
sambil memberikan Desi sepucuk surat.
“surat? surat
apa ini?” tanyanya bingung.
“surat itu
ditulis oleh anakmu Sammy, dia berusaha belajar untuk menulis selama kamu
meninggalkannya, hingga akhirnya dia berhasil menulis sepucuk surat untukmu
yang dititipkan kepadaku” jawab si nenek
Desi segera
membuka surat tersebut sambil berjalan menuju
gubuk,
“Selama Mama
pergi, yang tertinggal hanyalah. . . . . .!”
The End
0 komentar:
Posting Komentar