Senin, 07 Maret 2011 0 komentar

Berawal dari Surat Kabar

By : Andi Nabilah Tayyib



Hari-hariku begitu indah kulalui barsama dengan sahabtku Uni. Umur kami memang sangat berbeda dia duduk dibangku SMA kelas 2 dan aku duduk dibangku SMP kelas 2. Walaupun umur kami berbeda tak menjadi masalah bagi kami. Kami selalu menyempatkan waktu bersama setiap hari Minggu. Yah kami sangat kompak. Warna faforit, makanan, sampai mata pelajaran pun kami sanagt kompak.
                Uni tinggal di Sengakang sedangkan aku tinggal di Kampiri. Kampiri ke Sengkang sekitar 15km dapat ditempuh selama 30 menit. Setiap minggu Uni selalu kerumahku. Kami selalu shearing tentang pelajaran maupun keluh kesah kami selama seminggu, keluar makan, dan banyak lagi.
                Uni adalah sahabat yang baik bagitu, dia sanagt menyayangiku. Dia sangat perhatian padaku selayaknya seorang kakak menyayangi adiknya. Aku juga sanagt menyayanginya.
                Pada suatu hari kakak sepupuku Lia pulang dari Makkasar, dia sedang libur Semester.
                Seperti biasanya pada hari minggu Uni datang ke rumahku sepupuku Lia sangat terkejut melihat kedatangan Uni ke rumahku. Ia  pun bertanya padaku “kau kenal dengan Uni?” yah aku kenal Uni, dia sahabtku yang selama ini aku ceritakan sama kakak. Aku pun menghampiri Uni. Setelah berbincang-bincang, Uni mengajakku unutk keluar makan, dia ingin makan di Pompanua dia rindu makan sate disana. Setelah sampai disana uni bercerita tentang kisah-kisahnya bersama beberapa mantannya ceritanya romantis, dan lucu, katanya dia punya mantan namanya Firman tapi dia tidak mau akui mantannya itu, hahah “sedikit ane”. Usai makan kami pun kembali kerumah ku. Setelah itu aku menemani Uni menunggu mobil karena dia mau pulang.
                Kak Lia menghampiruku di kamarku. Kak Lia berkata padaku “Nabilah kak mohon kamu jangan terlalu dekat lagi dengan Uni, kamu itu sanagt polos dek, kamu belum tau siapa Uni sebenar?. Memangnya ada apa denagn Uni kak, Uni sangat menyayangiku kak, begitu pun dengan diriku, tak ada sifat yang aneh sri dirinya”kata ku”. De’ degarkan Kakak baik-baik, Uni itu adalah pacar sahabat kakak namanya  Yaya, yah aku pernah dengar cerita tentang itu, katanya dia juga pacar namanya Firman tapi dia tak mau mengakuinya, dan dia melarangku kenal dengan Firman, aku tak tau apa sebabnya dia melarangku, ku tanya dia saat itu tapi dia bilang pokoknya dia orangnya jahat dek’, yang membuat hubungan Uni dan  Yaya hancur”kataku”. Bohong… dia pembohong pebarsar…. Semua cerita itu bohong adikku yang benar adalah dia cewek gatal yang tak tau malu, yang kerjanya suka ganggu hubungan orang lain, Firman itu juga sebenarnya jahat sudah punya pacar tetap saya pacaran lagi Uni, yah mereka berdua seblas duablaslah… kalau kamu tidak percaya coba kamu sms no ini 085……… ini no Firman tanya ajah kalau kamu adikku.. Dia pasti akan jujur padamu, tapi kamu hati-hati yah dek’ dia itu kucing garong hehehhe…. Dia hanyan biasa bertahan  pacaran selama 1-2 bulan tidak pernah lebih, hati-hati karena dia orangnya optimis banget dalam pacaran n pelajaraan. Pokoknya jangan sampe kamu jatuh cinta padanya. Iyah kakak jawabku.
                Hari demi hari pun berlalu sseperti biasanya. Pada suatu hari aku mulai mencari kebenanran dari omongan kak Lia. Sebenarnya  aku takut berkomunikasi dengan kak Firman karena aku sudah dilarang oleh kak Uni, tapi untuk membuktikan semua perkataan sepupuku, aku pun  mengghubungi kak Firman menanyakan semuanya, dan ternyata semuanya benar, dia menceritakanku secra detail kisah cintanya, cinta segiempat dia, uni, kak Yaya, dan kak Fani. Yah aku ambil saja hikmah dari kisah cinta mereka, tanpa mengomentarinya. Setidaknya sekarang aku tau bagaimana sifat asli sahabtku. Tapi aku yakin bahwa itu dia dulu, sekarang dia sudah tak seperti yang dulu. Aku tetap bersahabt denagnnya, tapi aku merasa bersalah karena menyembunyikan sesuatu padanya, aku takut untuk memberitahunya karena sepertinya Dia sangat membenci Firman, persaanku tidak tenang saat bersamanya karena hal itu.



Bersambung……………….

0 komentar

Perebutan cinta Marsya

OLEH: AKMALIYAH ISYAH



Pada suatu pagi yang seperti biasanya Randy dan Beni berangkat sekolah bersama dengan mengendarai sepeda motor milik Randy, dan seperti biasanya juga, sebelum mereka ke kelas pasti mereka menunggu datangnya Marsya. Marsya adalah salah satu gadis yang cantik dan manis di sekolah mereka, dan kedua pria ini berebut untuk mendapatkan cinta Marsya namun, persaingan tersebut tidak sampai merusak persahabatan mereka.
Marsya pun datang dengan aura yang dapat membuat kedua pria itu tak henti memandanginya.
“hai Sya!” sapa Randy “hai Ran! Hai Ben” sahut Marsya dan menghampiri mereka. “kalian lagi ngapain di sini” Tanya Marsya “kita lagi nungguin kamu…” jawab Randy “kalian berdua memang baik banget sama aku. Ya udah kita masuk yuk!” kata Marsya.
Marsya memang sangat ramah, apalagi dengan kedua pria tersebut dan tak heran kedua pria itu menaruh hati padanya.
            Bel pun berbunyi tanda jam pelajaran dimulai. Seperti biasa Beni selalu saja menjadi yang terbaik di kelas karena kepintarannya itulah sehingga Marsya kagum dan bangga kepada Beni. Berbeda dengan Randy yang selalu saja mati kutu jika di Tanya oleh guru namun, dia sangat berprestasi dalam bidang olahraga, organisasi yang berbau extrim, dank arena itu pula Marsya kagum padanya.
            Bel berbunyi lagi, pertanda jam istirahat. Randy dan Beni lalu menghampiri Marsya yang sedang membereskan buku pelajarannya. “Sya kita ke kantin yuk” ajak Randy “Sorry Ran kayaknya aku enggak bisa deh!” jawab Marsya “memangnya kenapa Sya?” Tanya Randy “aku mau ke perpustakaan, nyari buku untuk tugas Bahasa Indonesia yang bakalan dikumpul besok lusa” sahut Marsya “aduh Sya..kan dikumpulnya besok lusa. Lagian kalau ke perpustakaan bikin boring.” Kata Randy “siapa bilang bikin boring, malahan kita bisa nambah pengetahuan” sahut Beni “iya benar apa kata beni” sahut Marsya “aduh Si Beni aja tuh yang paling suka ke perpustakaan, kalau aku sih ogah deh!” kata Randy “ya udah aku ke perpustakaannya sama Beni aja. Kamu mau kan Ben temani aku?” Tanya Marsya “iya, dengan senang hati” kata Beni. Marsya dan Beni pun pergi meninggalkan Randy yang kesal melihat mereka.
            Di perpustakaan Beni mengajarkan banyak hal kepada Marsya.mereka juga saling berbagi terutama tentang buku-buku yang pernah merek baca.
“o..ya Sya kamu ada waktu enggak entar siang?” Tanya Beni “enggak ada kok, memangnya kenapa?” Tanya Marsya “kita ke acara Bazaar buku yuk! Soalnya aku ngajak Randy, dianya malah bilang, sorry gue mau latihan basket, udah gitu sorenya ada pertemuan anggota tim pencinta alam. Bikin kesal aja, dia tuh kalau enggak mau nemenin aku banyak banget alasannya.” Kata Beni “ya udah aku mau kok, mumpung ada yang mau nemenin, lagi pula aku mau nyari buku buat nambah koleksi di rumah” jawab Marsya “yes…..” kata Beni dalam hati.
            Waktu pulang pun tiba, Beni sedang menunggu Randy yang dari kamar kecil. “sorry men, geu kebelet” kata Randy “enggak kenapa-kenapa kok, ehh bro kita kan bersaing nih buat dapat cintanya Marsya. Menurut gue sebaiknya lho nyerah aja deh, soalnya pemenangnya pasti gue.” Kata Beni “wessttt…enak aja lho, gue nyerah sama lho, pikir dong masa’ seorang Randy yang gaul kayak gini nyerah sama lho. Mending kita liat aja nanti siapa yang jadi pemenangnya.” Kata Randy “ok…kita liat aja nanti, asal persahabatan kita enggak boleh rusak.” Kata Beni.
Mereka pun pulang, dan sesampainya di rumah Beni lalu menelpon Marsya. “halo Sya! Gimana udah siap apa belum? Soalnya aku udah mau ke rumah kamu nih” Tanya Beni “iya udah siap kok, aku tunggu ya…” sahut Marsya.
            Setelah menjemput Marsya di rumahnya, mereka lalu menuju ketmpat Bazaar buku. Mereka melihat-lihat buku yang ada. “Ben..kamu suka buku apa?” Tanya Marsya “Marsya kok nanya gue suka buku apa sih, jangan-jangan dia mau beliin gue buku sebagai hadiah” kata Beni dalam hati “Ben kok diam sih, kamu suka buku apa, soalnya aku mau beli buku buat seseorang tapi, aku nggak tau buku apa yang disukai sama cowok” kata Marsya “ah.. benar nih firasat gue, Marsya mau beliin gue buku” sahut Beni dalam hati “Ben…diam melulu sih? Jawab dong”  kata Marsya “sorry..aku suka buku tentang riwayat” kata Beni.
Beni pun senyum-senyum sendiri, membanyangkan Marsya memberikannya buku dan pertanda Marsya menyukai dirinya.
Hal yang sama juga terjadi pada Randy, ketika ia di minta oleh Marsya unruk ditemani berbelanja, dan ia ditanya tentang warna baju yang disukainya, dan berfikir bahwa Marsya menyukainya.
            Pada malam harinya, Randy dan Beni ke rumah Marsya, mereka memang setiap malam ke rumah Marsya untuk belajar bersama. Pada mala itu, mereka berdua berniat untuk mengatakan perasaan mereka kepada Marsya. Mereka berdua lalu mengetuk pintu “tok..tok..tok” Marsya lalu berlari untuk membuka pintu “ehh…kalian udah datang,ayo masuk” kata Marsya. Mereka pun masuk.
Setelah beberapa jam membahas tentang pelajaran, Marsya lalu menggati topik pembicaraan.
“kalian pernah enggak ngerasain namanya jatuh cinta?” kata Marsya. Randy dan Beni lalu bersemangat mendengar perkataan Marsya. “memangnya kamu kenapa bertanya tentang hal itu sama kita berdua?” Tanya Randy “ya kerana…..”kata Marsya dengan nada panjang “ayo bilang Sya karena aku suka sama kamu Ran” kata Randy dalam hati, begitu juga dengan beni “karena aku suka sama Beni” ucapnya dalam hati. “ya karena kalian berdua orang yang terdekat sama aku selama ini” kata Marsya. “kirain ada yang lebih Sya..” kata Randy samar-samar “kamu bilang apa Ran?” Tanya Marsya ingin tahu lebih jelas. “ah…enggak kok Sya, terus lanjut kamu mau ngomong apalagi?” Tanya Randy. “aku tuh sekarang lagi ngerasain hal itu, aku lagi suka sama seseorang, dia tuh dekat sama aku.” Kata Marsya “dia sekolah dimana Sya?” Tanya Beni “dia satu sekolah sama kita” kata Marsya yang semakin membuat kedua pria ini keGR-an. “Sya, sebenarnya aku mau bilang kalau aku suka sama kamu dari dulu dan ternyata kamu juga punya perasaan itu sama aku” kata Beni dengan keberanian mengungkap isi hatinya “kamu ngomong apa sih, memangnya siapa juga yang bilang aku suka sama kamu?” kata Marsya “huuu…kuya, makanya jangan ke Gr-an dulu deh, orang yang Marsya maksud itu gue, bukannya elho?” kata Randy sambil tertawa “ini laggi ikut-ikutan, siapa bilang orang aku maksud adalah kamu” kata Marsya “jadi, kalau bukan kita siapa dong?” sahut Randy dan Beni secara bersamaan. Mereka berdua sangat kaget dan kecewa. Suasana pun menjadi hening.
0 komentar

Perempuan-Perempuan Berjengger

By : Leli Amalia Herianto


Perempuan-perempuan itu dijejerkan begitu saja. Jumlahnya mungkin sepuluh, mungkin lima belas. Mereka menebar geliat pandang gelisah. Perempuan-perempuan itu seperti dihempaskan dari langit dan menjadi perempuan-perempuan tersesat. Kata orang, mereka dijejerkan karena suatu persamaan. Semuanya adalah perempuan berjengger.
Konon kabarnya jengger adalah kutukan bagi perempuan-perempuan yang dilaknat. Perempuan yang melanggar etika kesopanan. Perempuan yang menjual kelaminnya demi nasi dan lauk pauknya. Karena itulah mereka dijejerkan. Mereka harus menerima pengadilan. Mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Aku sendiri memupuk kemarahan pada perempuan-perempuan berjengger. Bagiku mereka memuakkan dan sampah. Mereka tak bekerja dengan bantalan bahu dan blazer. Mereka tak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan terhormat. Lihatnya perempuan paling ujung. Baju merahnya telah kumal. Kain di kakinya telah lusuh. Lidahnya menggeliat-geliat basah, siap memangsa jantan-jantan yang datang. Liatlah perempuan di tengah-tengah. Baju birunya berubah putih. Dadanya turun naik dengan tonjolan yang digerak-gerakkan, mengundang hasrat. Lihatlah pula perempuan di ujung, kain di atas pahanya ia gerak-gerakkan. Ia biarkan paha itu terbuka dengan kain yang berkibar-kibar.
Seorang laki-laki kekar dengan badan berbulu datang mendekat. Kedua tangannya menenteng gada juga pecut. Lima laki-laki lain bergerak dari kejauhan. Perempuan-perempuan berjengger terkurung diantara laki-laki kekar. Kata orang, mereka adalah para penjagal yang datang untuk bertanya atau memecut para pembangkang
“Hai perempuan satu, katakan apakah engkau berjengger!” si perempuan pertama hanya mengangguk dengan acuh sambil terus menjulur-julurkan lidahnya.
“Mengapa kau berjengger, telah berapa batang yang kau peras?”
“Aku memeras sebanyak yang kumau. Dan telah kusebarkan jengger yang kumiliki. Ha ha ha!” si perempuan pertama tertawa keras dan terbahak-bahak.
Si lelaki kekar memindahkan langkahnya pada perempuan kedua.
“Hai perempuan dua, kaupun berjengger?”
Si Perempuan dua hanya diam.
“Hai perempuan dua, kau tidak tuli bukan. Apakah engkau berjengger?”
“Kalau kau ingin tahu lihatlah sendiri!” kata si perempuan dua dengan ketus. Aku memandang si perempuan dua dengan heran. Bumi seperti dibalikkan begitu saja, ketika aku melihat wajahku di sana. Mengapa perempuan ini tak sama dengan sepuluh perempuan lainnya. Yang memakai baju-baju kumal dengan belahan dada rendah. Yang bibirnya bergincu blepotan hingga ke pipi. Perempuan ini mengenakan blazer dan bantalan bahu. Dia memakai blazer dan bantalan bahu milikku. Perempuan setan, perempuan sampah.
“Jangan kira karena bajumu, aku takkan mencambukmu, atau memotong lidahmu bila kau tak menjawab! ” si penjagal kekar menggelegar.
Si perempuan dua mengkeret ketakutan. Ketakutan kurasakan memenuhi tempurung kepalaku. Kuputuskan untuk menganggukkan kepala. Kusarankan si perempuan dua untuk tak melawan si penjagal.
“Bagaimana kau bisa berjengger, pekerjaan hina apa yang telah kau kerjakan?”
“Aku tidak tahu, dia ada begitu saja di kelaminku.” kataku dengan suara dibuat memelas. Berharap ia mulai kasihan padaku.
“Jangan bohong kau, pelacur!”
“Aku bukan pelacur. Kau lihatlah bajuku. Aku tidak seperti mereka!”
“Jangan mencari alasan, bagaimana kau bisa berjengger bila bukan pelacur!”
“Aku tidak bohong, sungguh. Jangan laknat aku tolonglah. Bebaskan dan berikan pengampunan. Aku akan bakar jengger ini, kembali menjadi perempuan tanpa jenggger. Percayalah aku tidak berbohong, karena semua orang pun percaya padaku. Janganlah menuduhku dengan jengger di kelaminku. Telah banyak kulakukan hal-hal mulia. Telah kutolong anjing yang kuyup terluka oleh hempasan mobil. Telah kubagikan receh-receh pada ratusan pengemis. Aku pun telah membayar lebih kepada supir-supir taksi yang mengantarku pulang. Telah kusumbang ratusan juta rupiah untuk anak-anak terlantar agar mereka bersekolah. Tentulah aku perempuan terhormat. Aku layak diampuni karena aku bukan perempuan berjengger yang sama dengan yang lain. Yang menjulur-julurkan lidah dan menggerakkan buah dada. Aku bekerja dengan blazer dan bersepatu. Antara waktu siang dan sore. Kukerjakan pekerjaan-pekerjaan terhormat!”
Ku dengar suara tawa menggema di ruangan. Entahkah aku memang pernah mendengarnya. Atau tawa itu terdengar karena aku terlalu takut untuk mendengarnya. Suara tawa itu terdengar saat mataku telah tertutup rapat, saat suntikan bius membuat otakku berhenti memberi kabar. Saat orang-orang berseragam hijau mulai menjamahku dari segala sudut. Aku merasa tertipu. Mengapa mereka tertawa saat aku tak mampu lagi menggerakkan tubuhku, atau memerintah bibirku untuk bicara. Apakah mereka hanya tak ingin membuatku malu atau sebaliknya ingin berbisik-bisik di belakang. Brengsek.
Andai saja tak terlalu banyak orang di ruangan ini yang membuat mereka bisa saling bergunjing. Aku ingin mereka tuli juga bisu. Aku ingin mereka tak berlidah bila mungkin tak berotak. Agar mereka tak bisa mentertawakanku meskipun di dalam benak.
“Sudah selesai Bu!” sebuah kalimat yang diucapkan lembut membangunkanku. Kurasakan tubuhku telah berselimut dan tidur diantara jejeran pasien lain. Senyum para perawat terasa seringai. Betulkah mereka tersenyum dengan tulus untukku.
Kuusahakan sesedikit mungkin bicara. Juga menjawab pertanyaan. Ingin kuatur kata-kata yang bakal ke luar dari mulut para perawat itu. Dan memastikan mereka berhenti menyeringai. Memang yang ke luar dari lidah mereka kata-kata lembut, juga senyum ramah. Apakah mereka telah begitu terlatih tak menunjukkan pergunjingan, meskipun hanya dalam benak.
“Itunya sakit!” seorang perawat mendatangiku dan bertanya dengan suara lembut juga. Tidak lupa tersenyum. Namun sekali lagi terlihat seperti seringai.
“Dikit.!” kataku lembut sambil tersenyum ramah. Perawat itu harus tahu aku memang perempuan baik-baik.
“Kepalanya masih pusing?” katanya lagi sambil tersenyum atau menyeringai.
“Udah nggak!” jawabku lagi tak kalah lembut.
Setelah pertanyaannya terjawab, perawat itu berlalu sambil sekali lagi tersenyum atau menyeringai. Aku hanya dapat menarik nafas lega. Perawat terakhir ini sudah bertanya dengan kalimat yang membuat jantungku berlari kencang. Ingin kukerahkan semua kekuatan agar aku bisa menatap matanya, dan mengatur isi kepala si perawat. Juga semua perawat. Juga semua pasien yang ada di ruangan ini. Agar tak ke luar kata ejeken di bibir atau tertawaan di belakang. Aku tidak mau mengetahuinya walaupun hanya dalam sorot mata. Sialan. Mengapa jengger ini tetap membawa masalah bahkan saat ia telah dibakar, dibabat dan dimusnahkan.
Negeri ini sedang dilanda wabah. Begitu kabar yang berhembus akhir-akhir ini. Jengger menebar begitu mudah. Jengger bisa diterbangkan angin dan menempel begitu saja. Ia menempel tanpa memandang waktu atau orang. Kabarnya seorang penyihir perempuan yang mendendamlah biang keladi wabah ini. Ia kirimkan jengger pada sebanyak mungkin perempuan agar ia tak lagi sendirian.
Si perempuan pembawa kabar bertanya balik padaku, mengapa kutanyakan tentang jengger. Dengan berbohong kukatakan, aku banyak mendengar kabar tentang jengger. Cerita ini telah menjadi gosip yang dibicarakan diam-diam.
Sebetulnya bukan itu, aku hanya mencoba mencari tahu darimana jengger ini berasal. Apakah ia berasal dari lelaki kegelapan yang tiba-tiba membekapku di sebuah gang. Atau ia terbang bersama kutu yang suka menempel di toilet-toilet umum. Atau barangkali dokter kulit kelaminlah yang telah menempelkannya saat aku lengah. Saat aku menyuruhnya menyembuhkan penyakit keputihan yang menggangguku.
Aku berasal dari jaringan putih, barangkali jaringan yang paling putih. Mungkin sedikit abu-abu, namun kata orang masih wajar. Jaringan seputih ini, sangat anti dengan wabah yang bernama jengger. Semua orang telah tahu itu. Semua orang telah percaya itu. Dokter saja heran bagaimana jengger bisa menempel di jaringan putih ini. Analisanya, barangkali ada jengger yang telah bermutasi hingga bisa hidup di segala musim juga segala jaringan.
Perempuan-perempuan itu dijejerkan begitu saja. Jumlah mereka mungkin sepuluh atau lima belas. Dari mulut mereka yang berdenging ke luar sabda-sabda. Sumpah serapah menjulur dari lidah yang membentuk huruf melingkar-lingkar.
Perempuan-perempuan itu bersepatu mengkilap. Celana panjang menutup mata kaki. Rambut disasak atau di-blow ke belakang. Yang jelas mereka mengenakan blazer dan bantalan bahu. Mereka bergincu tipis sewarna bibir. Alis tipis sewarna alis. Perona pipi tipis sewarna pipi. Tapi mereka meneriakkan teriakan-teriakan garang. Mulut mereka membentuk bulatan, trapesium, persegi panjang atau kubus.
Perempuan-perempuan itu rupanya berdiri berhadapan dengan gerombolan perempuan-perempuan berjengger. Kemanakah para penjagal kekar yang tadi meneriakkan ancaman-ancaman. Kemana gerombolan laki-laki garang pembawa pecut dan gada itu.
Kumpulan perempuan berjengger masih dengan pakaian kumal yang semakin kumal. Warna-warnanya telah berganti warna baru, yang barangkali belum sempat dinamai oleh para ilmuwan. Rambut keriting kusut ditambah sorot mata sayu. Senyum hanya di ujung bibir mirip mencibir. Tangan di pinggang berkacak menantang. Sementara lidah masih menjulur-julur, liur masih menetes-netes, paha dan dada masih mengangkang menantang.
Aku mengerti mengapa perempuan-perempuan itu dijejerkan. Aku tahu dimana tempatku berada. Aku segera bergerak ke arah barisan yang kumau. Posisiku baru kelihatan jelas saat aku sampai pada langkah ke sepuluh. Langkah kesebelas terasa semakin berat dan membuat kaki-kakiku terpaku. Tiba-tiba sebuah tangan, atau barangkali belalai gajah menarik tubuhku dan menghempaskannya. Tubuhku menabrak tubuh-tubuh para perempuan berjengger. Sebuah sosok menjulang, mungkin monster menatapku dengan garang.
“Jangan coba-coba macam-macam, perempuan jengger!”
Aku mengkeret takut.
“Di sini tempatmu!” monster itu berbicara lagi.
“Me..nga..pa!” hanya sepatah kalimat itu yang ke luar dari mulutku yang bergetar
“Karena di kelaminmu ada jengger. Kau mau mungkir?”
“Sudah tidak ada lagi bukan?” kataku hati-hati.
“Tempatmu sudah jelas, kau tak bisa berpindah-pindah.!”
Aku hanya dapat mengikuti kemauan si monster. Si monster ini tentu sulit diajak bicara panjang lebar. Ia takkan cukup sabar menunggu cerita-ceritaku. Bahwa aku berasal dari jaringan paling putih. Bahwa aku menyimpan antibodi untuk segala jenis jengger. Ia pun takkan mendengar bila dokter pun menyatakan keheranan. Ia juga takkan peduli jengger ini barangkali jenis yang telah bermutasi. Tubuh besar menyeramkannya itu hanya sanggup mencerna kebenaran tunggal. Baginya sia-sia ceritaku. Barangkali karena iapun jenis mahluk yang telah bermutasi. Biarlah kuturuti apa yang ia mau. Hanya kepadamu cerita ini kuperdengarkan. Karena kamu yang mungkin mengerti posisiku.
0 komentar

Entah Sampai Kapan ???

karya : Mutia Nur Ardza


Setiap kali aku menanyakan hal itu kepadanya,dia hanya menjawabnya dengan sebuah jawaban singkat,”Aku ada urusan,kamu gak perlu tau,yang jelas aku begini demi kamu,tau gak”.Jawaban itu sepertinya menjadi langganan telingaku setiap malamnya.Aku hanya terdiam mendengar alasannya yang sangat tidak memuaskan itu,aku sadar dengan keadaanku seperti inilah yang membuat dia seperti itu.
                Suara burung hantu itu,menusuk-nusuk telingaku.Aku kembali menatap jam kulit yang kukenakan di tanganku,ternyata sudah menunjukkan jam 12.00 malam.Aku masih terus menunggunya,”kemana ya dia,sudah segini malamnya,belum pulang juga”,gerutuku dalam hati.Aku duduk di bangku coklat berukir jepara itu dengan wajah yang sudah tak karuan,angin malam yang begitu dingin membuat bulu kudukku seolah-olah berdiri.Rasa kantuk mendatangiku,seolah-olah menyuruh mata ini untuk segera menutup,tapi aku mencoba untuk melawannya,kuputar radio tua yang menemani malam-malamku,terdengar suaranya yang sudah tak jelas lagi memecah keheningan malam,kutengok kembali jam di tanganku,dan ternyata sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari.
            Aku bergegas mencarinya,kukenakan jaket kulit hitamku dan tak lupa kuambil tongkatku,yang senantiasa menemaniku semenjak kecelakaan 3 bulan yang lalu,hal itu membuat kakiku patah,sehingga harus menopangnya dengan sebuah tongkat kayu.Kususuri heningnya malam seorang diri demi mencarinya,aku berjalan terus,sesekali anjing di pinggir jalan menggonggongiku dengan kerasnya,tapi hal itu tak membuatku takut.”Aduh,Linda,kamu kemana sih,udah segini malamnya gak balik ke rumah juga”,bicaraku seorang diri.Sesekali aku berteriak memanggil namanya,tapi sepertinya tak ada yang menghiraukannya,”Linda,Linda!!!”.
            Aku terus berjalan dengan tongkatku.Dinginnya malam tak kuhiraukan.Takut pun yang kurasa sejak tadi,kuabaikan.Kutengok kembali jamku dan terlihat jarumnya telah menunjuk angka 03.00 lewat seperempat menit.Tak terasa aku sudah berjalan selama 15 menit lamanya,namun bayangannya pun tak kutemukan sampai saat ini.Aku berdiam sejenak,berdiri dan menatap gubuk tua itu,tempat yang selama ini aku anggap aneh.Saat tengah malam tempat itu seperti hidup,dan pada paginya tempat itu seolah-olah mati tak berbekas.Seperti ada kehidupan di dalamnya,lama aku berdiri menatapnya.
            Terlihat dari tempat itu,keluar sesosok bayangan,entah dia wanita ataukah pria,ataukah makhluk lain,entah apa itu.Lampu redup yang menggantung di palfon gubuk itu,mengaburkan pandanganku terhadapnya.Aku sepertinya ingin meninggalkan tempat ini,segera ingin berlari sekencang-kencangnya,tapi rasa penasaran itu menahan kakiku.Bayangan itu semakin mendekatiku,dan sepertinya aku mengenalnya,
”Rio,ngapain kamu kesini,aku bilang kamu di rumah aja,gak usah mencariku,aku bakalan pulang kok”,kalimat itu sepertinya sangat pedas kudengar.
”Linda,kamu di sini,aku mencarimu kemana-mana”,kataku dengan nada yang sedikit marah bercampur kecewa.
”Ya,inilah tempatku,maaf kalau selama ini aku tak memberitahumu,aku juga begini demi kamu dan si dia,mau makan apa kita kalo aku tak bekerja”,pungkasnya.
“Tapi,tidak harus dengan pekerjaan ini,Linda”.amarahku semakin bertambah.
“Ga usah banyak bicara kamu,cari kerja sekarang itu susah,ditambah lagi dengan keadaanmu yang seperti ini,sadar gak sih kamu,Rio”.jawabnya dengan nada tinggi.
“Linda,aku mohon tinggalkan tempat ini,meskipun dengan keadaanku seperti ini,”mohonku padanya
“Ga bisa,Rio,aku tetap harus di sini”,jawabnya.
Aku menarik tangannya dengan kuat,”Linda,ayo kita pulang,aku tak tega melihatmu di sini”.
“Aku gak mau pulang”,bantahnya.
Linda melepaskan tanganku dengan kerasnya,dan berlari kembali ke arah gubuk itu.
Aku yang tak kuasa berlari,hanya diam di tempat ini,terus memanggil namannya,”Linda,Linda,kamu jangan ke sana lagi,aku tak ingin melihatmu lagi bergabung dengan mereka”.
Aku memanggilnya terus hingga suara ini tak bisa aku keluarkan lagi.Sepertinya panggilanku tak dihiraukannya,ia tetap terus berjalan tanpa balik sesekalipun kepadaku,bayangannya terus menjauh dan menghilang ditelan gelapnya malam dan masuk kembali ke dalam gubuk itu.
Aku seperti tak berdaya lagi,aku berjalan seorang diri kembali menyusuri gelapnya malam.Aku sepertinya tak percaya dengan apa yang kulihat tadi,Linda,seseorang yang sudah menemaniku selama 1 tahun lebih,ternyata menyembunyikan sesuatu yang sangat busuk selama ini.Tubuhku sudah diterpa angin malam yang tak kuhiraukan dari tadi,masuk dan menusuk ke dalam tubuhku yang hanya diselimuti sebuah jaket kulit yang sudah tua,yang kubeli sebelum memutuskan untuk hidup bersama Linda.
            Jalan yang aku lalui serta gubuk tua itu menjadi saksi bisu kejadian malam itu yang begitu membuatku terpukul.Sebuah pertanyaan mengganjal di kepalaku,Apakah aku masih ingin mempertahankan semua ini bersama Linda,atau melepaskannya begitu saja???

The End
0 komentar

CINTA TAK DIRESTUI

karya Sahrini

Di suatu desa tinggallah sekelompok anak muda yang sering di sebut oleh masyarakat dengan panggilan sampah masyarakat,mereka adalah Tirta, Farid, Aldi, dan Andri .Setiap hari kerjaan mereka hanya main judi, mabuk-mabukan, hingga mengganggu ketentraman  masyarakat di sekitarnya.
                Pada suatu hari tirta,farid, aldi sedang berkumpul Di tempat nongkrong seperti biasanya tinggal andri yang belum datang. Tak lama kemudian Andri pun datang dengan membawa beberapa botol minuman keras, setelah andri meletakkan botol minumannya mereka pun memulai berpesta seperti biasanya. Di saat Aldi,Farid,Andri terbaring karena mabuk tiba-tiba Tirta melihat wanita cantik dengan  jilbab putih yang dikenakannya sambil berjalan dengan anggunnya,seketika Tirta terdiam sejenak dan pandangannya tertuju pada wanita tersebut. Seketika pula Tirta tekagum-kagum melihat wanita tersebut ,setelah wanita tersebut hilang di tengah kegelapan malam,Di dalam hati Tirta sedang mengalami tanda tanya besar, siapa gerangan wanita tersebut?, dengan di rundung rasa penasaran Tirta bergegas mengikuti wanita tersebut, setelah sampai di rumah wanita itu tirta seakan terkaget setelah mengetahui bahwa wanita tersebut adalah Aisyah,anak seorang ustas yang terkenal di kampung tersebut dengan nama K.H.ABDULLAH.
                Setelah mengetahui  wanita tersebut adalah anak  seorang ustas, Tirta pun bergegas pulang ke rumahnya tanpa kembali ke tempat nongkrongnya bersama teman-temannya. Di sepanjang perjalanan Tirta selalu terbayang-bayang akan wajah gadis itu, di dalam hati Tirta timbul pertanyaan “inikah yang di sebut cinta pada pandangan pertama” seakan pertanyaan itu selalu terbayang di benaknya.
                Detik demi detik, hari demi hari pun berlalu Tirta seakan lenyap seketika dari tempat nongkrongnya, teman-temannya pun heran melihat sikap  Tirta yang seakan menghindar dari temannya. Teman-temannya pun berusaha mencari Tirta di rumahnya, tapi apabila mereka sampai di rumah Tirta ,mereka tidak pernah berhasil menemui Tirta. Teman-temannya pun mulai putus asa dan bergegas kembali di tempat tongkrongannya. Tiba-tiba di perjalanan Aldi, Andri,dan Farid tidak sengaja bertemu Tirta yang mengenakan baju muslim dengan Al’Quran di tangannya sambil berjalan menuju Mesjid, seketika  berhenti sambil memandangi Tirta dengan rasa heran yang sangat besar. Tanpa berfikir panjang mereka pun langsung menghampiri Tirta.
“tirta setan apa yang merasukimu hingga kamu seperti ini,kenapa kamu menghindar dari kami“ Ucap Andri.
Tirta hanya tersenyum sambil melanjutkan pejalanannya menuju Mesjid. Kemudian kembali dihadang  oleh temannya, akhirnya Tirta berjanji akan menceritakan semuanya setelah selesai Shalat Duhur. Dengan rasa penasaran teman-temannya pun menunggu Tirta selesai Shalat Dhuhur. Ketika Tirta datang menghampiri mereka, Tirta pun mulai menceritakan semuanya, bahwa Dia sedang jatuh cinta pada wanita yang bernama Aisyah yang merupakan anak dari KH.ABDULLAH, jadi dia berusaha untuk insaf agar bisa di terima oleh keluarga Aisyah, temannya pun berjanji akan membantu Tirta untuk bisa dekat dengan Aisyah dan Keluarganya. Ketika Tirta sedang asyik berbincang-bincang dengan temannya tiba-tiba Aisyah datang menghampiri Tirta sambil memberikan Al’Quran Tirta yang ketinggalan di mesjid, Tirta dengan gugupnya mengucapkan terima kasih kepada Aisyah.Setelah Aisyah mengembalikan Al’Quran Tirta, dia pun pamit pulang, merasa berhutang budi Tirta pun mengantar Aisyah pulang ke rumahnya.Di perjalanan mereka berbincang-bincang dan tak terasa mereka sudah sampai di rumah Aisyah, tak di duga ternyata ayah Aisyah datang menghampiri Tirta dan aisyah,, dan menanyakan seseorang yng berdiri di samping Aisyah, setelah mengetahui bahwa anak muda itu adalah Tirta ,dan KH.ABDULLAH pernah mendengar dari masyarakat bahwa Tirta itu adalah anak muda yang kerjanya hanya nongkrong dan mabuk-mabukan serta main judi. KH.ABDULLAH langsung menarik tangan Aisyah serta melarang  Tirta untuk dekat lagi dengan Aisyah .Dengan perasaan kaget dan takut Tirta hanya berdiri menatap Aisyah dan Ayahnya yang bergegas masuk ke dalam rumah serta hanya dapat tercengang sambil bergegas pulang kerumahnya,di perjalanan ia pun berpikir tanpa putus asa dia berusaha mencari jalan untuk dekat lagi dengan Aisyah apapun resikonya.
                Keesokan harinya ia pun berusaha kembali menemui Aisyah di Mesjid dan meminta maaf kepada Aisyah Karena gara-gara dia  sehingga Aisyah di marahi oleh ayahnya, dengan tersenyum  Aisyah juga meminta maaf kepada Tirta.Hari demi hari mereka pun selalu pergi bersama ke mesjid tanpa diketahui oleh ayah Aisyah,tak di sangka benih cinta di hati Aisyah pun mulai tumbuh, dan pada suatu saat mereka pulang bersama seperti biasanya , di tengah perjalanan Tirta mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah
“Sebenarnya sudah lama aku memendam perasaan ini kepadamu,Aisyah maukah kamu jadi pacarku?” ucap Tirta
Dengan rasa kaget bercampur senang Aisyah menerima cinta Tirta, dan pada saat itu mereka pun mulai menjalin hubungan tanpa di ketahui oleh Ayah Aisyah.
                Tak lama mereka menjalin hubungan, tak disangka Ayah Aisyah mengetahui tentang hubungan Aisyah dan Tirta.Dan Aisyah pun langsung di jodohkan dengan seorang ustas lulusan dari Mesir.Dengan perasaan terpaksa Aisyah pun menerimanya, dan memberitahukan Tirta bahwa dia sudah bertunangan dan akan menikah minggu depan serta memberikan Tirta undangan pernikahannya, dengan perasaan hancur lebur Tirta pun berusaha membujuk Aisyah  untuk lari bersamanya, tapi karena Aisyah merasa sangat berhutang budi kepada Ayahnya selama ini dan tidak mau mengecewakan ayahnya, dengan keadaan terpaksa Aisyah menolak permintaan Tirta.Tirta pun mulai putus asa dengan semuanya.
                Hari pernikahan Aisyah pun tiba, dengan rasa berat hati Tirta datang ke pernikahan Aisyah demi melihat senyuman Aisyah yang terakhir kalinya.Pada saat Ijab Kabul di mulai dan Tirta pun sudah tak tahan lagi melihatnya dan sambil menangis ia bergegas berlari keluar dari gedung.
SELESAI

0 komentar

KEMANA????

karya Armawati


Hari itu adalah hari pengumuman kelulusan tingkat SMA, semua siswa diliputi rasa cemas dan ketakutan. Namun, seorang siswa yang bernama Ainy sedang berjalan menuju papan pengumuman dengan langkah yang begitu meyakinkan yang seolah-olah menggambarkan bahwa ia lulus dengan nilai yang memuaskan. Ainy adalah seorang siswa yang berasal dari kampung, ia hidup sebatang kara di tengah desas-desus ibukota yang penuh kezaliman. Tapi, ia tetap memegang teguh akidah, akhlak dan imannya. Terkadang hinaan dari teman-temannya selalu dia terima tapi Ainy tak pernah dendam kepada siapapun yang telah menyakiti hatinya. Di pertengahan malam ia selalu bangun untuk bersujud dan memohon kepada Allah agar orang yang menyakitinya senantiasa diampuni dosanya. Sungguh mulia hati gadis itu.
Setelah beberapa menit di sekolah, Ainy mendengar sebuah pengumuman namun ia tak mendengarnya begitu jelas. “eh ada pengumuman apa?” Tanya Ainy pada salah seorang siswa. Namun, pertanyaan Ainy tak dijawab oleh orang itu. “hai, Ainy ayo cepat kita ke depan kantor!!” kata Sinta sahabat Ainy. “memangnya ada apaan sih?” Tanya Ainy, “aduh jangan banyak Tanya ayo cepat!” kata Sinta sambil menarik Ainy. Dengan terpaksa dan rasa penuh penasaran Ainy berlari beriringan dengan Sinta. Di depan kantor terpampang sebuah pengumuman, Ainy tak dapat melihat dengan jelas pengumuman tersebut karena terhalangi oleh siswa yang ada di depannya. “aduh Sin, aku tidak bisa lihat pengumuman itu” ungkap Ainy “iya, saya juga” jawab Sinta. Hati Ainy berdebar tak menentu, “Ya Alah semoga hamba lulus”, pinta Ainy dalam hati. Setelah beberapa menit Ainy berhasil melihat pengumuman itu dengan jelas ia pun mulai mencari namanya. Ainy pun membaca nama mulai dari nomor urut pertama ZAIRAH ABIDIN……. MUTMAINNAL QALBI….. dan mata Ainy pun berlinang saat membaca nama NURUL AINY, ia bahagia karena berhasil lulus dengan predikat amat baik, Sinta pun demikian.
Keduanya berpelukan diliputi isap tangis bahagia sekaligus sedih karena mereka akan berpisah. “Ainy, jangan pernah lupa sama aku yah”,ungkap Sinta dengan suara terdesak-desak. “aku tidak akan pernah melupakanmu, Sin. Hari ini, esok, dan selamanya kamu tetap jadi sahabat terbaikku”. Jawab Ainy meyakinkan. Ainy melepaskan pelukan Sinta dan berkata “Sin, aku harus pulang ke kampong sekarang aku sudah rindu dengan ayah ibuku, aku yakin mereka juga merindukanku”. Kata Ainy. “iya, hati-hati Ainy! Ayo aku antar ke terminal”. Kata Sinta. Mereka pun berjalan menuju terminal, dalam perjalanan mereka saling mencurahkan isi hatinya dan keluh-kesahnya selama sekolah di SMA.
“kamu pulang saja Sin,!”kata Ainy “aku tidak akan pulang sebelum kamu berangkat”. Jawab Sinta. Beberapa saat kemudian mereka dikagetkan dengan suara klakson sebuah bus yang tepat berhenti di depan mereka. “mau kemana, mba?” Tanya sopir tersebut “kampung Sukamaju, pak”, jawab Ainy “ya sudah silahkan naik” kata si sopir. Air mata Sinta bercucuran ia tak sanggup berpisah dengan sahabatnya yang selalu memberinya motivasi dan semangat untuk tetap tersenyum menjalani kehidupan. Ainy adalah sesosok remaja yang dijadikan panutan oleh Sinta, Sinta dapat mengetahui makna kehidupan karena Ainy yang selalu menasehatinya. Begitu pula sebaliknya, Ainy bercucuran air mata dan tak sanggup menatap mata sahabatnya, orang yang selama ini selalu membantunya dalam menjalani problema kehidupan.
Seketika suasana hening, tak ada kata yang sanggup terucap dari keduanya hanya linangan air mata sebagai tanda bahwa keduanya saling menyayangi. “Ainy, jangan pergi, jangan tinggalkan aku!” pinta Sinta “aku harus pergi Sin, aku harus ketemu dengan ibuku dan mengabarinya bahwa aku telah lulus”. Jawab Ainy sambil memeluk Sinta “jaga dirimu baik-baik, Sin aku yakin suatu saat kita pasti akan bertemu” kata Ainy “kamu juga hati-hati ya Ainy” kata Sinta. Perlahan Ainy melepaskan pelukan Sinta “Sin, aku pergi dulu ya. Semoga Allah mempertemukan kita suatu saat nanti”, kata Ainy “amin… kabari aku kalau kamu sudah sampai, dan kabari aku kamu mau kuliah dimana ya, Ainy”, kata Sinta. Hanya senyum dan anggukan kepala dari Ainy sebagai jawaban kata-kata Sinta.
Ainy pun melambaikan tangan kepada Sinta dengan air mata yang masih bercucuran, Sinta juga demikian. Sinta meninggalkan tempatnya setelah melihat Ainy berangkat. Dalam perjalanan Ainy sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ayah dan ibunya, di benaknya sudah terbayang senyuman ayah dan bunya serta pelukan hangat dari keduanya yang akan menyambut kedatangannya. Apalagi ia membawa kabar gembira untuk ayah dan ibunya.
Setelah 5 jam perjalanan akhirnya ia tiba di sebuah desa yang letaknya 5 km dari kampungnya, ia melihat pemandangan dan udara segar yang telah lama ia tinggalkan “desa ini tak banyak perubahan setelah aku tinggalkan” gerutu Ainy dalam hati. Anak gembala yang sedang berlari menghalau hewan gembalaannya, sekumpulan anak-anak yang sedang bermain layangan, anak-anak yang sedang berkejar-kejaran dan para petani yang sedang menuai padi adalah pemandangan desa yang sudah lam Ainy rindukan. Ainy semakin tidak sabar untuk bertemu dengan ayah dan ibunya, “biasanya jam segini ayah sama ibu masih ada di kebun”, pikir Ainy.
Beberapa jam kemudian Ainy sampai di desanya, “sepertianya ada suasana berbeda dari desa ini, desa yang dulunya ramai mengapa sepi seolah-olah tak ada manusia di desa ini”. Gerutu Ainy dalam hati. Ainy pun samapi di depan sebuah lorong ya lorong itu adalah jalanan masuk rumahnya. Hatinya resah setelah sampai di rumahnya,”Assalamu’alaikum!” ucap Ainy. Setelah tiga kali ia mengucap salam namun tak ada jawaban, dengan perlahan ia membuka pintunya. Ia kaget melihat rumahnya yang sepertinya sudah tidak ada orang yang tinggal selama bertahun-tahun. Rumah yang dulunya bersih kini berlapis debu. “keman semua orang?????!”.
0 komentar

TERSAMAR

karya Hasri Ameliyah  
Hari itu, aku merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang menurutku tidak wajar. Di keheningan pagi yang sepi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku kaget dan segera beranjak dari tempat tidurku. Mulanya aku tak menghiraukan suara itu, namun suara itu semakin keras dan tak mau berhenti. Akhirnya aku keluar bersama dengan ketakutan yang menyertaiku. Setiba aku di luar, tak ada seorang pun yang terlihat. Yang ada hanyalah sebuah kotak yang aku tak tahu apa isinya. Aku bertanya dalam hati,
“Siapa gerangan yang tadi datang? Kotak apa ini?”.
Pertanyaan demi pertanyaan kian menghantuiku. Akhirnya aku memberanikan diri membukanya. Ketika aku membukanya, aku semakin bingung. Isinya hanya sebuah kunci.
“Kunci apakah itu?” Aku pun tak tahu.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi. Aku bergegas menuju ke sekolahku ditemani kicau burung yang begitu merdu. Suara-suara knalpot kendaraan juga turut mengiringi perjalanku. Aku tak tahu mengapa hari itu aku begitu bahagia. Jiwaku begitu tentram, damai, dan rasanya aku ingin terbang ke angkasa. Semuanya begitu indah.
10 menit telah berlalu. Aku telah sampai di sekolahku tercinta. Sekolah yang menurutku adalah surga dunia. Tempat dimana aku bisa bertemu dengan orang-orang yang berbeda-beda karakter, sifat, watak, dan masih banyak lagi. Aku segera menuju ke kelasku, dan hal yang aneh kembali terjadi. Tepat di atas mejaku, aku menemukan kotak yang sangat mirip dengan kotak yang ku temukan tadi pagi. Aku membukanya dan isinya lagi-lagi sebuah kunci. Pertanyaan demi pertanyaan kembali menyelimuti perasaan dan fikiranku. Aku tak mengerti dengan semua ini. Apa maksud dari kedua kunci ini?
Aku bertanya kepada temanku, Ani.
“Apakah kau tahu siapa yang menyimpan kotak ini di mejaku?”. Namun Ani menjawab tidak.
Fikiranku terbang, mengambang, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Tak ada satupun pelajaran yang aku mengerti hari itu, yang ada dalam benakku hanyalah dua kunci itu. Kunci Misterius.
“Hey mel kamu kenapa?” Tanya Ferdi teman baikku
“Ngga, aku ngga kenapa-kenapa Fer” jawabku singkat
“Kamu ngaa usah bohong mel, aku kenal kamu dari dulu”
“Beneran Fer, aku ngga apa-apa. Oh iya, kita ke kantin yuk”
“Okelah..”
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Ferdi memegang tanganku dan menatap mataku dalam-dalam. Suasana hening. Keheningan pecah ketika aku berpura-pura batuk.
“Kheem. Kheem”
“Oh Maaf mel” dengan terbata-bata
“Iya” kataku sambil berlalu
Kami kembali melanjutkan perjalanan ke kantin. Dalam perjalanan, tak sepatah kata pun terucap dari bibir Ferdi. Aku bingung dibuatnya.
Pukul 12.00 pertanda sekolah telah selesai. Aku kembali ke rumahku bersama kedua kunci itu. Melihat kunci itu, aku teringat akan kejadian 2 hari yang lalu. Hari dimana aku bertemu dengan seorang cowok yang sama misteriusnya dengan kunci itu. Ya aku ingat. Dia memberiku dua buah kotak warna ungu, tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirnya.
“Mungkin kunci ini bisa membuka kotak itu” kataku dalam hati.
Aku mengambil kotak itu. Sesuai dugaanku, kunci itu adalah kunci kotak warna ungu yang ia berikan kepadaku. Betapa terkejutnya diriku ketika membuka kotak itu. Isinya adalah foto-fotoku. Darimana ia mendapatkan fotoku? Siapa dia sebenarnya? Dimana ia tinggal? Aku begitu penasaran dengan sosok cowok misterius itu.
Keesokan harinya, aku berangkat ke sekolah. Seperti hari-hari sebelumnya aku berangkat ditemani dengan kicauan dan segenap kebahagiaan. 5 meter sebelum sampai di sekolah, aku bertemu dengan Ryan, mantanku.
“Hey mel, apa kabar?” sapa Ryan
“Baik. Tumben kamu nyapa aku. Ada apa?”
“Ngga, aku cuman kangen ajah mau ketemu sama kamu”
“Ooo” jawabku singkat tanpa ekspresi
“Aku punya sesuatu buat kamu”
“Apa?”
“Ini” sambil memberiku sebuah kotak
“Kotak apa ini?”
“Buka ajah”
“Cincin?”
“Ya, aku mau memperbaiki hubungan kita” jawabnya dengan mata yang berbinar binar.
Aku membisu dan lari meninggalkan Ryan. Aku heran dengan sifatnya. Setan apa yang tiba-tiba merasukinya sehingga dia mau memperbaiki hubungannya denganku? Aku betul-betul bingung dengan semuanya.
Sudah seminggu berlalu. Bayangan cowok misterius itu selalu menghantuiku. Aku tak bisa melupakan setiap gerak-geriknya, senyumnya, cara dia memberikan kotak itu. Aku bisa gila karena dia. Sekarang, aku hidup dalam bayang-bayang cowok misterius itu. Bayangan Ferdi dan Ryan pun tak luput dari khayalku. Suatu malam, aku mendengar suara gitar mengalun indah tepat di samping kamarku. Aku yakin suara gitar itu berasal dari sang cowok misterius. Benar saja dugaanku. Jaket, topi, kacamata, sepatu, dan semua yang ia gunakan sangat mirip dengan cowok yang hampir membuatku gila. Aku segera lari ke luar rumah. Namun, apa yang ku dapatkan? Hanyalah surat berisi puisi nan indah.
“Aku nggak butuh puisi itu. Aku butuh dia !!!!” Teriakku memecah keheningan malam
Malam-malamku kini dihiasi dengan suara merdu dari gitarnya dan puisi-puisi nan indah yang mampu membuatku semakin jatuh cinta kepadanya. Mungkin aku terlalu naïf. Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta kepada orang yang sama sekali tak ku ketahui siapa dia sebenarnya. Mungkin inilah yang orang bilang cinta itu buta.
“Ya tuhan izinkan aku bertemu dengan dia” pintaku setiap waktu.
Minggu pagi, aku berjalan menyusuri jalan setapak samping rumahku menuju ke tempat dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Aku berharap aku bisa bertemu dengan cowok misteriusku. Sudah sekitar 30 menit aku menanti sesuatu yang tak pasti, namun sepertinya penantianku cukup sampai disini saja. Aku melihat sebuah jaket yang sangat mirip dengan jaket cowok misteriusku tergantung di ranting sebuah pohon mangga tepat di sampingku. Aku menghampiri jaket itu. Aku memeriksa setiap sakunya, dan apa yang aku dapatkan? Sangat banyak fotoku di dalam sakunya, catatan tentang semua hal yang aku suka dan yang tidak aku suka. Fikiranku kembali melayang. Siapa sebenarnya cowok misterius itu? Tiba-tiba aku merasa ada yang menepuk pundakku. Aku belum berani melihatnya. Aku takut. Suasana hening sejenak, namun keheningan itu akhirnya berakhir dengan suara petikan gitar yang selalu menemani malam-malamku kembali terdengar tepat di belakangku. Aku berbalik bersama dengan beribu pertanyaan dalam benakku.
“Hagh kamu ????”



The End
Selasa, 01 Maret 2011 0 komentar

Insomnia

Insomnia adalah gejala[2] kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun.
Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Salah satu terapi psikologis yang efektif menangani insomnia adalah terapi kognitif.[3]Dalam terapi tersebut, seorang pasien diajari untuk memperbaiki kebiasaan tidur dan menghilangkan asumsi yang kontra-produktif mengenai tidur.
Banyak penderita insomnia tergantung pada obat tidur dan zat penenang lainnya untuk bisa beristirahat. Semua obat sedatif memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan psikologis berupa anggapan bahwa mereka tidak dapat tidur tanpa obat tersebut.

Diagnosa
Spesialis tidur kedokteran memenuhi syarat untuk mendiagnosis berbagai gangguan tidur. Pasien dengan berbagai penyakit termasuk sindrom fase tidur tertunda sering salah didiagnosis sebagai Insomnia.
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
§  Pola tidur penderita.
§  Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
§  Tingkatan stres psikis.
§  Riwayat medis.
§  Aktivitas fisik.
Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.

Penyebab
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali.
Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur.
Hal ini sering terjadi sebagai akibat dari:
§  Jet lag (terutama jika bepergian dari timur ke barat).
§  Bekerja pada malam hari.
§  Sering berubah-ubah jam kerja.
§  Penggunaan alkohol yang berlebihan.
§  Efek samping obat (kadang-kadang).
§  Kerusakan pada otak (karena ensefalitis, stroke, penyakit Alzheimer).

Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.

Pengobatan
Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia.
Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal.
Penderita insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik.
Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresi.
Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu. Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa obat-obatan adalah dengan terapi hipnosis atau hipnoterapi.

Durasi Tidur dan Kematian
Sebuah survei dari 1,1 juta penduduk di Amerika yang dilakukan oleh American Cancer Society menemukan bahwa mereka yang dilaporkan tidur sekitar 7 jam setiap malam memiliki tingkat kematian terendah, sedangkan orang-orang yang tidur kurang dari 6 jam atau lebih dari 8 jam lebih tinggi tingkat kematiannya. Tidur selama 8,5 jam atau lebih setiap malamdapat meningkatkan angka kematian sebesar 15%. Insomnia kronis - tidur kurang dari 3,5 jam (wanita) dan 4,5 jam (laki-laki) juga dapat menyebabkan kenaikan sebesar 15% tingkat kematian. Setelah mengontrol durasi tidur dan insomnia, penggunaan pil tidur juga berkaitan dengan peningkatan angka kematian.

 
;