DIAMBANG BATAS
BY Vega Vatimaf
Mamora
“kita mau kemana lagi? Kita pasti
tertangkap kak!” kata Ve sambil
menggenggam tangannya sendiri.
“kita harus lari, ini adalah warisan
terakhir dari ayah! Kita tidak bisa memberikannya begitu saja!” kata Dominic
untuk meyakinkan Ve.
KRAAAAAK!! Lantai yang mereka pijaki
retak. Ve tersentak kaget dan Dominic segera membungkam mulut Ve yang akan
mengeluarkan suara nyaringnya itu.
“Ve, kumohon. Ini adalah harta
terakhir sebelum ayah kita meninggal, bantu kakak untuk menjaganya. Kita tidak
boleh menyerah!” Dominic menatap Ve dengan mata yang berbinar. Memancarkan
keteguhan hati yang tak tergoyahkan.
“bbbaa baaaik kak” jawab Ve gugup.
“apapun yang terjadi percaya sama
kakak, kita pasti bisa selamat dari tempat ini”
Ve pun hanya bisa mengangguk. Kemudian
mereka berjalan menyusuri lantai kayu yang sudah rapuh digigit rayap. Mereka
sangat berhati hati, berusaha meminimalkan suara yang mungkin bisa terdengar
oleh para mafia yang mencari mereka. Langit langit rumah kayu tersebut terlihat
kusam. Hanya ada cahaya matahari yang menembus celah atap rumah yang menjadi
penerang mereka. Debu debu yang beterbangan bertebaran diseluruh ruangan.
“kami tau kalian ada disini!” suara
salah satu mafia menggelegar diseluruh ruangan.
Ve dan Dominic menghentikan langkahnya.
Mereka tidak bergerak, hanya deru nafas mereka yang memburu terdengar. Mata
mereka memutar mengitari ruangan. Waspada dengan semua hal yang mungkin
terjadi.
“berikan kami kalung itu!” kata mafia
yang lain mengikuti. Suaranya terdengar nyaring, berbeda dari mafia yang
pertama tadi.
Dominic menyimpan jari telunjuk di
depan bibirnya, menunjukkan kepada Ve untuk tidak menjawab sahutan para mafia.
Tubuh Ve gemetaran dan mengangguk perlahan. Ve hanya pasrah mengikuti semua
perintah kakaknya dan terdiam seribu bahasa.
Hening. Tidak ada suara yang
terdengar. Ve dan Dominic mulai melangkahkan kakinya lagi menuju ke pintu
keluar yang sudah tak jauh dari tempat mereka berada sekarang. Debu yang
beterbangan tidak mengganggu keinginan mereka untuk mengeluarkan diri dari
tempat neraka tersebut. Akhirnya mereka pun sampai di ruang tamu. Hanya perlu
beberapa langkah laki hingga mereka akan mencapai pintu keluar. Ruang tamu
tersebut masih tertata dengan rapih. Dengan 2 sofa yang berwarna merah, dan 1
meja kayu yang sudah terlihat sangat usang. Diatas meja itu pun masih terdapat
Vas dengan bunga mawar layu didalamnya. Hanya saja jaring laba laba menghiasi
seluruh ruangan.
“Kalian mau kemana anak anak manis?” terdengar
suara laki-laki dewasa yang mengangetkan Ve dan Dominic.
Mereka tidak
pernah menyangka dibalik sofa itu telah ada seseorang yang menunggu kedatangan
mereka. Kemudian Mafia yang lain pun datang. Mereka semua berjumlah 3 orang. 2
diantara mereka menyergap Ve dan Dominic. Memegang kedua pergelangan mereka
dengan erat. Dominic mencoba untuk membuka genggaman mafia tersebut tapi tidak
bisa. Disisi lain Ve hanya memperhatikan kakaknya dengan pasrah. Keringat
semakin bercucuran, panas matahari semakin menambah ketegangan diantara mereka.
“akhirnya permainan kejar kejaran ini
pun berakhir, bukan begitu Dominic?”
“lepaskan aku! Siapa kamu? Apa maumu
hah?!” teriak Dominic dengan tatapan bengis terhadap mafia tersebut.
“baiklah anak manis, namaku Alvin. Aku
adalah rekan kerja ayahmu selama ia masih hidup. Tapi kami pernah mengalami
selisih paham ketika mengekplorasi makam Tutankhamen yang berada di Mesir. Makam
Tutankhamen adalah sebuah makam yang sangat misterius, karena tidak pernah ada
arkeolog yang kembali dari eksplorasinya di makan Tutankhamen. Selain itu makam
Tutankhamen juga dipercaya menyimpan ribuan harta terpendam. Singkatnya, saat
aku dan ayahmu menemukan makam Tutankhamen, kami memiliki perbedaan pendapat.
Ayahmu ingin menyerahkannya terhadap Negara, sedangkan aku ingin mengeruknya
untuk kepentingan sendiri.”
“bangsat!” kata Dominic menyela cerita
Alvin.
“hahaha tunggu dulu nak, biarkan aku
menyelesaikan cerita ini. Setelah itu ayahmu membawa lari kunci makam
Tutankhamen tersebut. Dan dengan terpaksa aku harus membunuh ayahmu saat itu
juga” lanjut Alvin tanpa merasa berdosa sedikit pun.
“jjaaa jjaadiii kamu yang telah
membunuh ayah?” seru Ve dengan suara yang parau.
Mata Ve menyergap-nyergap tidak
percaya. Mencoba menelan ludah dan mempercayai apa yang telah dia dengar.
BUUUUKKKK!! Alvin terhempas jatuh ke
lantai. Saat mendengarkan cerita tersebut Dominic dapat melepaskan diri dan segera menghantam
Alvin dengan seluruh kekuatannya.
“jangan lepaskan dia!” seru Alvin
sambil mengusap bibirnya yang berdarah.
“bajingan, dasar laki laki bajingan! Kamu
telah membunuhku hanya demi harta!” teriak Dominic sambil menahan air matanya
yang akan segera jatuh.
“ayaaaah, hiks” tangis Ve mengingat
kembali tentang ayahnya.
“serahkan kalung itu!” Alvin sudah
mulai kehilangan kesabarannya.
“tidak akan aku berikan ke laki laki
keparat sepertimu!” jawab Dominic.
“BERIKAN KALUNG ITU”
“TIDAK! Sampai mati pun aku tidak akan
pernah memberikan kalung ini padamu!
“baiklah kalau memang itu maumu. Bagaimana
kalau adikmu yang tercinta ini harus menjadi korban pertama hari ini?”
Alvin mendekati Ve perlahan. Kemudian Ve
memalingkan wajahnya, dan mengigit bibir bagian bawahnya.
“jangan sentuh dia dasar bajingan!”
teriak Dominic sambil meronta untuk melepaskan diri.
Alvin menengadahkan dagu Ve dengan
paksa. Ve berusaha untuk memalingkan wajahnya tapi tidak sanggup.
“adikmu memang cantik, persis seperti
ibumu” kata Alvin.
“lepaskan dia!”
Alvin mengeluarkan pistol dari balik
jas hitam yang ia kenakan. Dominic hanya mampu menelan ludah, dan melihat
adiknya yang gemetaran. Ve tak sanggup lagi berkata-kata. Detak jantungnya
semakin kencang dan ia pun hanya bisa mematung menunggu kejadian selanjutnya
terjadi. Dominic pun menghela nafas panjang.
“jangan sentuh dia, aku akan
memberikan kalung ini. Asalkan kamu lepaskan adikku dan biarkan kami hidup
tenang” kata Dominic dengan berat hati.
“nah anak yang pintar, sekarang
berikan aku kalung tersebut” jawab Alvin dengan senyum kemenangan.
“lepaskan aku” kata Dominic kepada
mafia yang memegang tangannya sejak tadi.
Mafia itu pun mengarahkan kepalanya
kepada Alvin untuk meminta persetujuan, Alvin pun mengangguk mengiyakan.
Setelah dilepaskan Dominic merogoh kantong celana yang ia kenakan. Kemudian
dengan sigap dia berlari menuju Alvin dan mengambil pistol yang sedang ia
pegang.
Mafia yang lain tak tinggal diam dan
mulai bergerak menuju Dominic. Tapi saat Dominic akan menodongkan pistolnya
kepada para mafia, Alvin mondorongnya dari belakang sehingga terjadi
perkelahian yang sangat sengit.
Ve hanya bisa berdiri kaku dan
menggenggam kedua tangannya sendiri. Semua perasaan telah berkecamuk didalam
hatinya. Ia bingung dan bimbang dengan apa yang akan dia lakukan. Sementara
Alvin dan Dominic bergelut memperebutkan pistol tersebut. Kedua mafia yang lain
hanya bisa berdiri menyaksikannya. Sampai kemudian..
DOOOORRRRR!!
Hening, semuanya terdiam. Terbujur
kaku dengan semua yang berlalu dalam waktu hitungan detik. Darah mulai
bercucuran membanjiri lantai kayu. Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata
apapun. Semua suara menghilang seiring suara tembakan tersebut. Dan seketika
sebuah teriakan panjang memecahkan keheningan.
“TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKK”
Dan
yang tersisa di ambang batas ketakutan hanyalah ..
KETIADAAN ..
0 komentar:
Posting Komentar