Melakukan
yang terbaik
By Andi
Saputri Majid
Bel berbunyi menandakan waktu istirahat. Sebagian teman sekelasku
beranjak meninggalkan tempat duduknya untuk menuju kantin. Melihat wajah mereka
bisa ditebak kalo mereka ingin bersantai ria di kantin setelah pelajaran kimia
tadi. Pelajaran perhitungan yang dijarkan oleh guru killer ini membuat siswa
merasa aneh jika dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Mungkin karena gurunya
yang tidak pernah tersenyum manis ketika mengajar. Tapi itu tidak menjadi
alasan bagiku untuk takut sama dia, justru aku tetap enjoy ketika behadapan dengan guru killer ini
meskipun nilaiku pas-pasan, nilaiku tidak rendah dan tidak terlalu tinggi. Aku
berani hanya karena ada undang-undang yang memuat aturan tentang Hak Asasi
Manusia, jadi aku tidak pernah berfikir kalo guru ini akan menyiksaku dengan
kekerasan fisik ketika suatu saat nanti aku melakukan suatu kesalahan. Lagipula
dia bukan binatang buas yang akan memangsaku ketika dia marah. Kalo bicaranya
tegas? Yaa anggap aja itu adalah salah satu usahanya agar disegani oleh
murid-muridnya. Tapi tetap aja bagiku dia sama dengan guru-guru lain meskipun banyak siswa yang takut dengannya hingga merasa
bosan sekolah setelah belajar kimia, terutama fahri teman sebangkuku.
Sekarang fahri masih membereskan buku-buku kimianya yang telah
dipake belajar tadi. Satu persatu buku dimasukkan ke dalam tasnya hingga diatas
mejanya bersih tanpa suatu benda. Kemudian dia mengajakku ke kantin untuk
mengisi perut dengan nasi hangat buatan bu ica karena dia merasa sangat lapar,
mungkin energinya telah habis dipakai untuk berfikir ketika belajar kimia tadi,
hingga dia harus makan lagi agar staminanya tetap terjaga.
“put ke
kantin yuk!” ajak fahri sambil berdiri dari bangku yang didudukinya
“ngga
ah males!” jawabku sambil membuka laptop
“kenapa?
Nervous ya ntar ada pelajaran bahasa inggris? Tanyanya sok tau dengan nada
suara yang kedengarannya mengejek
“a?
ngga banget deh ri!” jawabku tegas
“udah
deeeeeeh itu keliatan dari mimic muka lo yang lagi ketakutan karena ntar ada
pelajaran bahasa inggris!” ucapnya lebih sok tau lagi
“aaapa
sih sok tau deh! gue males ke kantin karena gue yakin disana pasti banyak orang!
Lo tau kand gue ngga suka tempat ramai yang bisa bikin gue gerah!” ucapku kasar
untuk meyakinkannya kalo aku tidak takut dengan pelajaran bahasa inggris
meskipun sebenarnya dia itu benar
“hahaha
:D” dia tertawa sabil melangkah keluar kelas
Yaaa itulah fahri teman dekatku, dia
tau semua keluhanku tentang masing-masing mata pelajaran setiap harinya. Dia
tau kalo aku paling benci yang namanya pelajaran bahasa inggris, satusatunya
pelajaran yang bikin aku gemetaran bahkan sampai keringat dingin. Itu sebabnya
dia suka mengejekku sepuas hatinya tanpa merasa bersalah karena dia bermaksud
untuk memotivasiku agar berusaha belajar memperbaiki bahasa inggrisku. Dia
memang pintar dan percaya diri ketika belajar bahasa inggris apalagi ketika
sedang berbicara dengan guruku pak boy, guru bahasa inggris. Biasanya aku hanya
melongo’ melihat mereka berdua yang lagi asik berbicara, dan itu membuatku
ingin pergi jauh sejauh-jauhnya dari mereka berdua karena terus terang saja aku
merasa tersindir dengan sikapku sendiri yang tidak bisa ikut berbicara dengan
mereka yang jaraknya sangat dekat denganku.
“khem
khem assalamu alaikum wrwb” tibatiba terdengar suara seseorang yang memberi
salam dari arah pintu, suara yang tidak lazim lagi terdengar di telingaku. Aku
yang tadinya sedang memusatkan perhatian ke laptop yang ada di depanku, kini
aku berbalik mencari sosok yang bersuara tadi. Dan dia adalah seorang
bapak-bapak yang berkulit hitam, berkumis lebat, dan berkacamata tebal yang
sedang berjalan menuju meja guru. Astagfirullah ternyata dia guru bahasa
inggrisku, pak lot.
“waalaikum
mussalam, sir!” jawabku cepat
Setelah duduk di kursi empuknya, pak lot segera meraih absent yang
tersusun rapi dengan kertas-kertas lainnya di atas meja tanpa berbicara apapun.
Dan sekarang hanya ada satu di fikiranku yaitu kenapa pak lot masuk kelas
sebelum teman-teman datang dari kantin? Padahal biasanya dia datang 5 menit
setelah kami semua duduk siap di kursi masing-masing. Apakah memang sudah
waktunya untuk belajar bahasa inggris? Tapi kenapa teman-temanku belum datang?
Akupun mencoba menengok jam tangan coklat kesayanganku yang terpasang di tangan
sebelah kiriku. Jam ini waktunya sama dengan jam dinding di kantor, dan
ternyata jamku telah menunjukkan pukul 11.01 itu berarti jam pelajarannya
memang sudah harus dimulai sejak 1 menit yang lalu.
“ where
is your other friends?” tiba-tiba pak lot bertanya tentang keberadaan
teman-temanku
Astagfirullah
mereka sedang di kantin, tapi aku harus jawab apa? Inilah kekuranganku, aku
bisa mengerti apa yang orang lain katakan, tapi aku tidak tau apa yang harus
aku katakan ketika akan menjawabnya. Apalagi pak lot guru bahasa inggrisku, aku
tidak mungkin menjawab dengan bahasa Indonesia dan aku harus menggunakan bahasa
Inggris demi nilaiku karena ini akan menjadi penilaian tersendiri bagi pak lot.
Aku juga tidak tau harus mengharapkan siapa untuk membantuku menjawab karena dikelas
hanya ada aku dan pak lot. Tentu saja pak lot menunggu jawaban dariku bukan
jawaban dari angin yang berhembus dari arah pintu. Yaaa terpaksa aku harus
menjawab sesuai kemampuanku.
“ emmm
they they they are in the canteen” jawabku sambil menunjuk ke arah kantin
Dagdigdug……
jantungku berdetak kencang, badanku keringat dingin, bibir merahkupun kini tak
tampak lagi karena pucat, hanya ketegangan yang kurasakan.
“but
this time is for studying English language” jawabnya sambil tertawa, entah apa
yang membuatnya tertawa padahal tak satupun kejadian lucu di kelas saat itu
“hehe”
aku hanya bisa ikut tertawa terpaksa dalam keteganganku karena tak tau harus
apa lagi
Tiba-tiba terdengar suara langkahan segerombolan
orang yang berjalan menuju kelasku. Aku hanya bisa berharap mereka adalah teman
sekelasku agar situasi yang menegangkan ini cepat berakhir.
“toktoktok………..
assalamualaikum” terdengar suara ketukan pintu bersamaan dengan suara salamnya.
“waalaikum
mussalam!” jawabku bersaman dengan pak lot
Ternyata mereka adalah temanku,
merekapun datang satu persatu dan segera duduk di kursi masing-masing. Namun fahri
datang terakhir hingga menutup pintu kelas. kelas yang sepi dan menegangkan
kini menjadi ramai dan rebut. Aurah menegangkan itupun menghilang. Aku hanya
bisa mengucapkan syukur dalam hati.
Sekarang pak lot mulai mengabsen muridnya
satupersatu. Aku tau hari ini adalah pembelajaran tentang berpidato didepan
kelas, hingga aku menyuruh fahri membuatkanku sebuah pidato bahasa inggris
sebelum disuruh oleh pak lot. Yaa aku melakukan ini karena aku sadar kalau
waktu yang kubutuhkan untuk menghafal jauh lebih lama dibandingkan
teman-temanku, apalagi fahri. Fahri tidak membutuhkan konsep untuk berpidato,
hingga segera membuatkan pidato untukku. Baris demi baris ditulis dengan
cepatnya hingga selesai.
Sekarang aku bisa mulai menghafal
pidato buatan fahri tersebut. Fahripun membantuku mengetahui cara pengucapan
yang tepat dan benar. Untung saja fahri telah menghafal beberapa pidato
miliknya sendiri hingga tidak butuh berlatih sepertiku.
Pak lot yang tadinya sibuk mengabsen
dan menyusun berkas diatas mejanya, kini berdiri dan menuju kedepan papan
tulis. Seperti biasanya, pak lot tidak mengeluarkan kata-kata apapun sebelum
menuliskan materi dipapan tulis. Huruf demi huruf dituliskan oleh pak lot,
yaitu S P E E C H.
“Pidato?
Yeeeeh!” bisikku terhadap fahri.
Fahripun
ikut tertawa melihatku tersenyum. Aku tidak akan meyia-nyiakan kesempatan ini,
aku harus tampil menjadi yang terbaik untuk diriku sendiri. Pak lot yang telah
selesai menulis dipapan tulis, kini menjelaskan panjang lebar terlebih dahulu
kemudian menyuruh kami semua untuk naik berpidato di depan kelas tanpa membawa
naskah. Tidak harus sesuai absen, ini terserah siapa yang ingin tampil duluan.
Dan tentunya fahri segera maju ke depan hingga berpidato dengan
lancar. Kata demi kata disebut dengan pengucapan yang sempurna. Akhirnya diapun
selesai berpidato. Selanjutnya pak lot mencari lagi murid untuk berpidato
setelah fahri. Aku memang sudah menghafal pidatonya, tapi aku masih butuh waktu
untuk menyiapkan mentalku agar bisa tampil dengan rileks tanpa harus keringat
dingin seperti biasanya. Aku mau kali ini aku bisa tampil sempurna seperti
fahri yang selalu tampil menjadi yang terbaik. Menit demi menit berlalu tanpa
seorang murid yang naik berpidato. Hanya keributan di kelasku, semua murid
sibuk membuat dan menghafal pidatonya. Tentu saja mereka semua juga ingin
tampil seperti fahri, bahkan mungkin banyak diantara mereka yang ingin
mengalahkan fahri.
“who
the next?” Tanya pak lot
“me,
sir!” jawabku nekat
“okey,
ANDI SAPUTRI MAJID” pak lot mempersilahkanku
Fahri kaget melihat tingkahku, tapi
tentu saja dia hanya akan mendukungku sebagai teman dekatnya. Akupun beranjak
meninggalkan tempat dudukku dan berjalan ke depan kelas. aku memang tegang tapi
tidak pucat dan tidak keringat dingin. Saya harus menghindarinya, karena saya
tidak mau hasilnya menjadi jelek garagara keteganganku yang berlebihan. Suasana
kelas yang ribut kini menjadi tenang tanpa suara apapun.
Akupun mulai mengucapkan salam,
mengucapkan blablablabla ini dan itu. Kata demi kata kusebut dengan penuh
senyuman. Hingga akupun selesai berpidato dan semua murid memberiku tepuk
tangan yang istimewa, khususnya fahri dan pak lot.
0 komentar:
Posting Komentar