Sabtu, 26 November 2011

Melakukan yang terbaik (By Andi Saputri Majid)


Melakukan yang terbaik
By Andi Saputri Majid

Bel berbunyi menandakan waktu istirahat. Sebagian teman sekelasku beranjak meninggalkan tempat duduknya untuk menuju kantin. Melihat wajah mereka bisa ditebak kalo mereka ingin bersantai ria di kantin setelah pelajaran kimia tadi. Pelajaran perhitungan yang dijarkan oleh guru killer ini membuat siswa merasa aneh jika dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Mungkin karena gurunya yang tidak pernah tersenyum manis ketika mengajar. Tapi itu tidak menjadi alasan bagiku untuk takut sama dia, justru aku tetap  enjoy ketika behadapan dengan guru killer ini meskipun nilaiku pas-pasan, nilaiku tidak rendah dan tidak terlalu tinggi. Aku berani hanya karena ada undang-undang yang memuat aturan tentang Hak Asasi Manusia, jadi aku tidak pernah berfikir kalo guru ini akan menyiksaku dengan kekerasan fisik ketika suatu saat nanti aku melakukan suatu kesalahan. Lagipula dia bukan binatang buas yang akan memangsaku ketika dia marah. Kalo bicaranya tegas? Yaa anggap aja itu adalah salah satu usahanya agar disegani oleh murid-muridnya. Tapi tetap aja bagiku dia sama dengan guru-guru lain meskipun  banyak siswa yang takut dengannya hingga merasa bosan sekolah setelah belajar kimia, terutama fahri teman sebangkuku.
Sekarang fahri masih membereskan buku-buku kimianya yang telah dipake belajar tadi. Satu persatu buku dimasukkan ke dalam tasnya hingga diatas mejanya bersih tanpa suatu benda. Kemudian dia mengajakku ke kantin untuk mengisi perut dengan nasi hangat buatan bu ica karena dia merasa sangat lapar, mungkin energinya telah habis dipakai untuk berfikir ketika belajar kimia tadi, hingga dia harus makan lagi agar staminanya tetap terjaga.
“put ke kantin yuk!” ajak fahri sambil berdiri dari bangku yang didudukinya
“ngga ah males!” jawabku sambil membuka laptop
“kenapa? Nervous ya ntar ada pelajaran bahasa inggris? Tanyanya sok tau dengan nada suara yang kedengarannya mengejek
“a? ngga banget deh ri!” jawabku tegas
“udah deeeeeeh itu keliatan dari mimic muka lo yang lagi ketakutan karena ntar ada pelajaran bahasa inggris!” ucapnya lebih sok tau lagi
“aaapa sih sok tau deh! gue males ke kantin karena gue yakin disana pasti banyak orang! Lo tau kand gue ngga suka tempat ramai yang bisa bikin gue gerah!” ucapku kasar untuk meyakinkannya kalo aku tidak takut dengan pelajaran bahasa inggris meskipun sebenarnya dia itu benar
“hahaha :D” dia tertawa sabil melangkah keluar kelas
            Yaaa itulah fahri teman dekatku, dia tau semua keluhanku tentang masing-masing mata pelajaran setiap harinya. Dia tau kalo aku paling benci yang namanya pelajaran bahasa inggris, satusatunya pelajaran yang bikin aku gemetaran bahkan sampai keringat dingin. Itu sebabnya dia suka mengejekku sepuas hatinya tanpa merasa bersalah karena dia bermaksud untuk memotivasiku agar berusaha belajar memperbaiki bahasa inggrisku. Dia memang pintar dan percaya diri ketika belajar bahasa inggris apalagi ketika sedang berbicara dengan guruku pak boy, guru bahasa inggris. Biasanya aku hanya melongo’ melihat mereka berdua yang lagi asik berbicara, dan itu membuatku ingin pergi jauh sejauh-jauhnya dari mereka berdua karena terus terang saja aku merasa tersindir dengan sikapku sendiri yang tidak bisa ikut berbicara dengan mereka yang jaraknya sangat dekat denganku.
“khem khem assalamu alaikum wrwb” tibatiba terdengar suara seseorang yang memberi salam dari arah pintu, suara yang tidak lazim lagi terdengar di telingaku. Aku yang tadinya sedang memusatkan perhatian ke laptop yang ada di depanku, kini aku berbalik mencari sosok yang bersuara tadi. Dan dia adalah seorang bapak-bapak yang berkulit hitam, berkumis lebat, dan berkacamata tebal yang sedang berjalan menuju meja guru. Astagfirullah ternyata dia guru bahasa inggrisku, pak lot.
“waalaikum mussalam, sir!” jawabku cepat
Setelah duduk di kursi empuknya, pak lot segera meraih absent yang tersusun rapi dengan kertas-kertas lainnya di atas meja tanpa berbicara apapun. Dan sekarang hanya ada satu di fikiranku yaitu kenapa pak lot masuk kelas sebelum teman-teman datang dari kantin? Padahal biasanya dia datang 5 menit setelah kami semua duduk siap di kursi masing-masing. Apakah memang sudah waktunya untuk belajar bahasa inggris? Tapi kenapa teman-temanku belum datang? Akupun mencoba menengok jam tangan coklat kesayanganku yang terpasang di tangan sebelah kiriku. Jam ini waktunya sama dengan jam dinding di kantor, dan ternyata jamku telah menunjukkan pukul 11.01 itu berarti jam pelajarannya memang sudah harus dimulai sejak 1 menit yang lalu.
“ where is your other friends?” tiba-tiba pak lot bertanya tentang keberadaan teman-temanku
Astagfirullah mereka sedang di kantin, tapi aku harus jawab apa? Inilah kekuranganku, aku bisa mengerti apa yang orang lain katakan, tapi aku tidak tau apa yang harus aku katakan ketika akan menjawabnya. Apalagi pak lot guru bahasa inggrisku, aku tidak mungkin menjawab dengan bahasa Indonesia dan aku harus menggunakan bahasa Inggris demi nilaiku karena ini akan menjadi penilaian tersendiri bagi pak lot. Aku juga tidak tau harus mengharapkan siapa untuk membantuku menjawab karena dikelas hanya ada aku dan pak lot. Tentu saja pak lot menunggu jawaban dariku bukan jawaban dari angin yang berhembus dari arah pintu. Yaaa terpaksa aku harus menjawab sesuai kemampuanku.
“ emmm they they they are in the canteen” jawabku sambil menunjuk ke arah kantin
Dagdigdug…… jantungku berdetak kencang, badanku keringat dingin, bibir merahkupun kini tak tampak lagi karena pucat, hanya ketegangan yang kurasakan.
“but this time is for studying English language” jawabnya sambil tertawa, entah apa yang membuatnya tertawa padahal tak satupun kejadian lucu di kelas saat itu
“hehe” aku hanya bisa ikut tertawa terpaksa dalam keteganganku karena tak tau harus apa lagi
            Tiba-tiba terdengar suara langkahan segerombolan orang yang berjalan menuju kelasku. Aku hanya bisa berharap mereka adalah teman sekelasku agar situasi yang menegangkan ini cepat berakhir.
“toktoktok……….. assalamualaikum” terdengar suara ketukan pintu bersamaan dengan suara salamnya.
“waalaikum mussalam!” jawabku bersaman dengan pak lot
            Ternyata mereka adalah temanku, merekapun datang satu persatu dan segera duduk di kursi masing-masing. Namun fahri datang terakhir hingga menutup pintu kelas. kelas yang sepi dan menegangkan kini menjadi ramai dan rebut. Aurah menegangkan itupun menghilang. Aku hanya bisa mengucapkan syukur dalam hati.
            Sekarang pak lot mulai mengabsen muridnya satupersatu. Aku tau hari ini adalah pembelajaran tentang berpidato didepan kelas, hingga aku menyuruh fahri membuatkanku sebuah pidato bahasa inggris sebelum disuruh oleh pak lot. Yaa aku melakukan ini karena aku sadar kalau waktu yang kubutuhkan untuk menghafal jauh lebih lama dibandingkan teman-temanku, apalagi fahri. Fahri tidak membutuhkan konsep untuk berpidato, hingga segera membuatkan pidato untukku. Baris demi baris ditulis dengan cepatnya hingga selesai.
            Sekarang aku bisa mulai menghafal pidato buatan fahri tersebut. Fahripun membantuku mengetahui cara pengucapan yang tepat dan benar. Untung saja fahri telah menghafal beberapa pidato miliknya sendiri hingga tidak butuh berlatih sepertiku.
            Pak lot yang tadinya sibuk mengabsen dan menyusun berkas diatas mejanya, kini berdiri dan menuju kedepan papan tulis. Seperti biasanya, pak lot tidak mengeluarkan kata-kata apapun sebelum menuliskan materi dipapan tulis. Huruf demi huruf dituliskan oleh pak lot, yaitu S P E E C H.
“Pidato? Yeeeeh!” bisikku terhadap fahri.
Fahripun ikut tertawa melihatku tersenyum. Aku tidak akan meyia-nyiakan kesempatan ini, aku harus tampil menjadi yang terbaik untuk diriku sendiri. Pak lot yang telah selesai menulis dipapan tulis, kini menjelaskan panjang lebar terlebih dahulu kemudian menyuruh kami semua untuk naik berpidato di depan kelas tanpa membawa naskah. Tidak harus sesuai absen, ini terserah siapa yang ingin tampil duluan.
Dan tentunya fahri segera maju ke depan hingga berpidato dengan lancar. Kata demi kata disebut dengan pengucapan yang sempurna. Akhirnya diapun selesai berpidato. Selanjutnya pak lot mencari lagi murid untuk berpidato setelah fahri. Aku memang sudah menghafal pidatonya, tapi aku masih butuh waktu untuk menyiapkan mentalku agar bisa tampil dengan rileks tanpa harus keringat dingin seperti biasanya. Aku mau kali ini aku bisa tampil sempurna seperti fahri yang selalu tampil menjadi yang terbaik. Menit demi menit berlalu tanpa seorang murid yang naik berpidato. Hanya keributan di kelasku, semua murid sibuk membuat dan menghafal pidatonya. Tentu saja mereka semua juga ingin tampil seperti fahri, bahkan mungkin banyak diantara mereka yang ingin mengalahkan fahri.
“who the next?” Tanya pak lot
“me, sir!” jawabku nekat
“okey, ANDI SAPUTRI MAJID” pak lot mempersilahkanku
            Fahri kaget melihat tingkahku, tapi tentu saja dia hanya akan mendukungku sebagai teman dekatnya. Akupun beranjak meninggalkan tempat dudukku dan berjalan ke depan kelas. aku memang tegang tapi tidak pucat dan tidak keringat dingin. Saya harus menghindarinya, karena saya tidak mau hasilnya menjadi jelek garagara keteganganku yang berlebihan. Suasana kelas yang ribut kini menjadi tenang tanpa suara apapun.
            Akupun mulai mengucapkan salam, mengucapkan blablablabla ini dan itu. Kata demi kata kusebut dengan penuh senyuman. Hingga akupun selesai berpidato dan semua murid memberiku tepuk tangan yang istimewa, khususnya fahri dan pak lot.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;