Sabtu, 26 November 2011

TAK SAMPAI.. By Sukma Arifin


TAK SAMPAI..
By Sukma Arifin

Saat itulah terakhir kalinya aku bertemu dengan Rivi dipemakaman, selanjutnya hapenya enggak pernah aktif lagi, dia juga enggak pernah ngasih kabar. Bagaimana keadaan dia sekarang ? Dia pasti semakin tertekan. Padahal aku ingin bertemu dengan Rivi untuk minta maaf soal kemarin. Mungkin dia enggak suka dengan kata kata ku kemarin. Seminggu kemudian aku baru tahu saat Pak Arkham satpam sekolah ngasih aku biola Rivi, pak satpam bilang kalau Rivi sudah pindah seminggu yang lalu. Sejenak aku hanya terdiam “ini kan biolanya rivi kenapa dikasih sama aku ? Mana mungkin biola kesayangannya dikasih sama orang yang selalu buat dia kesel setengah mati” kata ku dalam hati
Dalam hati kecil ku aku tersenyum, ternyata Rivi ngikutin saran ku. “Tapi kenapa kamu enggak ngasih kabar sih Riv? Kenapa kamu langsung pergi ajah ? Apa susahnya sih bilang aku mau pergi ? Atau kamu masih marah sama aku ? Kenapa.. kenapa.. kenapa.. ” beribu ribu pertanyaan yang menghampiri ku. Malam itu aku tidak bisa tidur, bayangan Rivi terus menghantui ku. Aku terus memandang biola pemberian Rivi. Aku merasa sangat kehilangan. Padahal aku baru saja dekat dengan Rivi. Aku kembali meraih selembar kertas yang ada didalam tempat biola itu.

“akhirnya aku putuskan untuk mengikuti kata-katamu, aku titipkan biola ini ke kamu. Jaga biola ini baik baik. Suatu saat aku ingin melihat kamu memainkannya. Tanggal 7 juli nanti aku akan menemuimu setelah itu aku akan kembali lagi di New York. Tunggu aku ditempat biasa. Makasih yah saran mu, berkat kamu aku udah baikan sama papa :)”

Kalimat ini yang membuat ku masih berharap bisa bertemu dengan Rivi lagi , diam diam aku juga mulai menyukai Rivi. “Inikah cinta ?” tanya ku dalam hati. Lama lama memikirkan Rivi membuat ku tidak sadar dan tertidur lelap…
***
10 bulan kemudian, tepatnya 7 juli aku ke taman tempat perjanjian ku dengan Rivi, berharap Rivi mengingat janjinya dan datang ke sini, walaupun pertemuan ku ini hanya sebentar dan akhirnya dia akan kembali lagi ke new york, aku tetap ingin ada Rivi disini, aku selalu berdoa dalam hati bahwa aku masih sempat bilang kalau aku sayang sama dia.
Sudah larut malam, Rivi belum juga datang. Karena jenuh akupun mengambil biola itu dan memainkannya. Aku hanyut dalam suara gesekan biola ini. Tiba tiba disudut taman aku melihat Rivi berdiri memandangku, wajahnya pucat. Walaupun saat itu gelap, tapi aku masih bisa lihat Rivi dengan jelas. Yah aku tau itu Rivi ! aku berjalan kearah Rivi, disana dia hanya terdiam dengan tatapannya yang kosong. Akupun menghampirinya.
“terima kasih udah mau datang…” katanya pelan…
“kenapa baru datang ? dari tadi siang aku nungguin kamu tau Riv” kataku dengan wajah kesal, sekali lagi wajahnya masih tetap pucat. Rivi hanya terdiam membisu menatap ku kosong. Seketika Rivi memegang tangan ku. Aku merasakan sesuatu yang aneh, entah apa itu, tangan Rivi terasa dingin. Ada apa dengan rivi ?
“aku udah enggak ada, aku datang kesini secara utuh bukan sebagai arwah atau roh, tapi bukan berarti aku masih hidup, kamu harus menerima semua ini, karena semua ini sudah takdir. Tuhan ngasih aku waktu mala mini datang menemui kamu, untuk bilang aku sayang kamu, aku rindu kamu, aku mau ketemu sama kamu” lirihnya.
“maksudnya apa ? aku enggak ngerti?” tanya ku pada rivi dengan wajah penuh tanya.
“aku kesini untuk bertemu kamu. Untuk lihat kamu memainkan biola itu. Aku tau biola itu akan terlihat lebih indah dan berharga bila ditangan kamu. Dan akhirnya aku bisa melihat dan merasakan kehebatan biola ini, aku sayang kamu Aurel”
Tiba tiba hening..
Aku menatap rivi yang pucat. “oh tuhan tadi Rivi bilang kalau dia udah enggak ada ? inikah terkahir kalinya aku bertemu orang aku sayangi ?” jerit ku dalam hati. Rivi terus menatap ku, aku juga hanya membisu menatapnya berharap semua ini hanya mimpi. Sunyi, sepi, senyap, hening, hanya ada suara dedaunan yang dihembus angin.
“jadi sekarang kamu mau pergi ? kamu datang ke sini hanya untuk bilang sayang, lalu pergi ninggalain aku begitu ajah ?” tanya ku memecahkan keheningan.
“maaf, seandainya aku bisa katakan ini lebih cepat…” Seketika cahaya putih menyambar rivi..
Gelaaaaaaaaap…

0 komentar:

Posting Komentar

 
;