Senin, 07 Maret 2011

TERSAMAR

karya Hasri Ameliyah  
Hari itu, aku merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang menurutku tidak wajar. Di keheningan pagi yang sepi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku kaget dan segera beranjak dari tempat tidurku. Mulanya aku tak menghiraukan suara itu, namun suara itu semakin keras dan tak mau berhenti. Akhirnya aku keluar bersama dengan ketakutan yang menyertaiku. Setiba aku di luar, tak ada seorang pun yang terlihat. Yang ada hanyalah sebuah kotak yang aku tak tahu apa isinya. Aku bertanya dalam hati,
“Siapa gerangan yang tadi datang? Kotak apa ini?”.
Pertanyaan demi pertanyaan kian menghantuiku. Akhirnya aku memberanikan diri membukanya. Ketika aku membukanya, aku semakin bingung. Isinya hanya sebuah kunci.
“Kunci apakah itu?” Aku pun tak tahu.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi. Aku bergegas menuju ke sekolahku ditemani kicau burung yang begitu merdu. Suara-suara knalpot kendaraan juga turut mengiringi perjalanku. Aku tak tahu mengapa hari itu aku begitu bahagia. Jiwaku begitu tentram, damai, dan rasanya aku ingin terbang ke angkasa. Semuanya begitu indah.
10 menit telah berlalu. Aku telah sampai di sekolahku tercinta. Sekolah yang menurutku adalah surga dunia. Tempat dimana aku bisa bertemu dengan orang-orang yang berbeda-beda karakter, sifat, watak, dan masih banyak lagi. Aku segera menuju ke kelasku, dan hal yang aneh kembali terjadi. Tepat di atas mejaku, aku menemukan kotak yang sangat mirip dengan kotak yang ku temukan tadi pagi. Aku membukanya dan isinya lagi-lagi sebuah kunci. Pertanyaan demi pertanyaan kembali menyelimuti perasaan dan fikiranku. Aku tak mengerti dengan semua ini. Apa maksud dari kedua kunci ini?
Aku bertanya kepada temanku, Ani.
“Apakah kau tahu siapa yang menyimpan kotak ini di mejaku?”. Namun Ani menjawab tidak.
Fikiranku terbang, mengambang, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Tak ada satupun pelajaran yang aku mengerti hari itu, yang ada dalam benakku hanyalah dua kunci itu. Kunci Misterius.
“Hey mel kamu kenapa?” Tanya Ferdi teman baikku
“Ngga, aku ngga kenapa-kenapa Fer” jawabku singkat
“Kamu ngaa usah bohong mel, aku kenal kamu dari dulu”
“Beneran Fer, aku ngga apa-apa. Oh iya, kita ke kantin yuk”
“Okelah..”
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Ferdi memegang tanganku dan menatap mataku dalam-dalam. Suasana hening. Keheningan pecah ketika aku berpura-pura batuk.
“Kheem. Kheem”
“Oh Maaf mel” dengan terbata-bata
“Iya” kataku sambil berlalu
Kami kembali melanjutkan perjalanan ke kantin. Dalam perjalanan, tak sepatah kata pun terucap dari bibir Ferdi. Aku bingung dibuatnya.
Pukul 12.00 pertanda sekolah telah selesai. Aku kembali ke rumahku bersama kedua kunci itu. Melihat kunci itu, aku teringat akan kejadian 2 hari yang lalu. Hari dimana aku bertemu dengan seorang cowok yang sama misteriusnya dengan kunci itu. Ya aku ingat. Dia memberiku dua buah kotak warna ungu, tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirnya.
“Mungkin kunci ini bisa membuka kotak itu” kataku dalam hati.
Aku mengambil kotak itu. Sesuai dugaanku, kunci itu adalah kunci kotak warna ungu yang ia berikan kepadaku. Betapa terkejutnya diriku ketika membuka kotak itu. Isinya adalah foto-fotoku. Darimana ia mendapatkan fotoku? Siapa dia sebenarnya? Dimana ia tinggal? Aku begitu penasaran dengan sosok cowok misterius itu.
Keesokan harinya, aku berangkat ke sekolah. Seperti hari-hari sebelumnya aku berangkat ditemani dengan kicauan dan segenap kebahagiaan. 5 meter sebelum sampai di sekolah, aku bertemu dengan Ryan, mantanku.
“Hey mel, apa kabar?” sapa Ryan
“Baik. Tumben kamu nyapa aku. Ada apa?”
“Ngga, aku cuman kangen ajah mau ketemu sama kamu”
“Ooo” jawabku singkat tanpa ekspresi
“Aku punya sesuatu buat kamu”
“Apa?”
“Ini” sambil memberiku sebuah kotak
“Kotak apa ini?”
“Buka ajah”
“Cincin?”
“Ya, aku mau memperbaiki hubungan kita” jawabnya dengan mata yang berbinar binar.
Aku membisu dan lari meninggalkan Ryan. Aku heran dengan sifatnya. Setan apa yang tiba-tiba merasukinya sehingga dia mau memperbaiki hubungannya denganku? Aku betul-betul bingung dengan semuanya.
Sudah seminggu berlalu. Bayangan cowok misterius itu selalu menghantuiku. Aku tak bisa melupakan setiap gerak-geriknya, senyumnya, cara dia memberikan kotak itu. Aku bisa gila karena dia. Sekarang, aku hidup dalam bayang-bayang cowok misterius itu. Bayangan Ferdi dan Ryan pun tak luput dari khayalku. Suatu malam, aku mendengar suara gitar mengalun indah tepat di samping kamarku. Aku yakin suara gitar itu berasal dari sang cowok misterius. Benar saja dugaanku. Jaket, topi, kacamata, sepatu, dan semua yang ia gunakan sangat mirip dengan cowok yang hampir membuatku gila. Aku segera lari ke luar rumah. Namun, apa yang ku dapatkan? Hanyalah surat berisi puisi nan indah.
“Aku nggak butuh puisi itu. Aku butuh dia !!!!” Teriakku memecah keheningan malam
Malam-malamku kini dihiasi dengan suara merdu dari gitarnya dan puisi-puisi nan indah yang mampu membuatku semakin jatuh cinta kepadanya. Mungkin aku terlalu naïf. Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta kepada orang yang sama sekali tak ku ketahui siapa dia sebenarnya. Mungkin inilah yang orang bilang cinta itu buta.
“Ya tuhan izinkan aku bertemu dengan dia” pintaku setiap waktu.
Minggu pagi, aku berjalan menyusuri jalan setapak samping rumahku menuju ke tempat dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Aku berharap aku bisa bertemu dengan cowok misteriusku. Sudah sekitar 30 menit aku menanti sesuatu yang tak pasti, namun sepertinya penantianku cukup sampai disini saja. Aku melihat sebuah jaket yang sangat mirip dengan jaket cowok misteriusku tergantung di ranting sebuah pohon mangga tepat di sampingku. Aku menghampiri jaket itu. Aku memeriksa setiap sakunya, dan apa yang aku dapatkan? Sangat banyak fotoku di dalam sakunya, catatan tentang semua hal yang aku suka dan yang tidak aku suka. Fikiranku kembali melayang. Siapa sebenarnya cowok misterius itu? Tiba-tiba aku merasa ada yang menepuk pundakku. Aku belum berani melihatnya. Aku takut. Suasana hening sejenak, namun keheningan itu akhirnya berakhir dengan suara petikan gitar yang selalu menemani malam-malamku kembali terdengar tepat di belakangku. Aku berbalik bersama dengan beribu pertanyaan dalam benakku.
“Hagh kamu ????”



The End

0 komentar:

Posting Komentar

 
;